Senin, 05 Oktober 2015

Menangani Gulma Hasil Pengendalian



MENGUMPULKAN GULMA HASIL PENGENDALIAN SECARA MEKANIS/FISIK
Gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik perlu ditangani lebih lanjut agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman yang ada di lahan pertanian. Selain itu dengan adanya penanganan gulma lebih lanjut untuk pengendalian gulma secara mekanis/fisik akan lebih mengefektifkan metodepengendalian gulma tersebut.
Penanganan gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik secara umum bertujuan untuk
a.      Mencegah penyebaran biji dan organ perbanyakan vegetative gulma tumbuh kembali di lahan pertanian
Gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik apabila tidak lagi ditangani lebih lanjut dapat menimbulkan masalah di lahan pertanian terutama untuk mencegah biji gulma yang masih tertinggal pada gulmanya tumbuh lagi di lahan. Hal ini dapat berkecambah walaupun bijinya belum masak secara sempurna (masak fisiologis). Sealain itu organ perbanyakan vegetatif gulma seperti rhizoma, stolon, dan umbi akar akan mudah tumbuh kembali di lahan pertanian apabila tidak dipindahkan dari lahan tersebut dan ditangani lebih lanjut.
b.      Membersihkan lahan pertanian dari patogen penyebab penyakit yang inangnya berupa gulma
Ada beberapa jenis gulma yang menjadi inangnya pathogen penyebab penyakit tanaman. Misalnya rumput grinting (Cynodon dactylon), jawan (Echinochloa crusgalli), dan rumput belulang (Eleusine indica) yang menjadi inang patogen penyebab penyakit tungro pada tanaman padi. Apabila gulma-gulma tersebut setelah dikendalikan secara mekanis/fisik tidak ditangani lebih lanjut dan dipindahkan dari lahan tentunya akan menyebarkan virus tungro pada tanaman padi yang ditanam pada lahan tersebut di musim tanam berikutnya.
c.       Memanfaatkan gulma sebagai bahan baku kompos
Gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik terutama gulma-gulma yang sifatnya mudah lapuk dan mempunyai kandungan unsur hara yang tinggi (unsur Nitrogen) dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik (kompos).

Gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik secara mekanis/fisik dapat ditangani dengan 2 cara yaitu :
1.      Membakar gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik
Gulma-gulma yang telah dikendalikan secara mekanis/fisik baik dengan cara dicabut, dibabad, dikored, dicangkul, atau dipotong menggunakan mesin pemotong rumput perlu dibiarkan terlebih dahulu di lahan pertanian sampai agak kering. Kemudian gulma-gulma tersebut dikumpulkan menjadi satu di tempat terbuka untuk dibakar agar organ-organ perbanyakan gulmanya baik berupa biji maupun bagian vegatatif tidak dapat tumbuh kembali di lahan pertanian. Selain itu pembakaran gulma-gulma tersebut dimaksudkan untuk mencegah dan mematikan penyebaran patogen penyebab penyakit tanaman pada musim tanam berikutnya. Pembakaran gulma dilakukan di tempat terbuka terutama untuk mencegah kemungkinan terjadinya bahaya kebakaran di lahan pertanian tersebut.
2.      Mengomposkan gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik
Pengomposan gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik akan menguntungkan dalam pengembalian unsur hara yang telah terambil/diserap oleh gulma ke dalam tanah. Hal ini akan membantu siklus unsur hara dalam tanah secara alami sehingga keseimbangan unsur hara dalam tanahnya dapat terjaga. Contohnya dengan pemanfaatan Azolla piƱata pada lahan tanaman padi yang mempunyai kandungan unsur hara Nitrogen tinggi sebagai bahan baku kompos. Cara pengomposan gulma-gulma hasil pengendalian secara mekanis adalah dengan memisahkan gulma-gulma yang mudah lapuk dengan yang tidak mudah lapuk. Kemudian gulma-gulma tersebut dikumpulkan di satu tempat yang teduh dan terlindung untuk dikompodkan menjadi pupuk organik (kompos).

MEMBUAT KOMPOS DARI GULMA HASIL PENGENDALIAN SECARA MEKANIS/FISIK

Gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik yang telah terkumpul sebelum dibuat kompos perlu dipisahkan terlebih dahulu menurut kriteia bahannya. Kriteria bahan tersebut dapat dibedakan menjadi bahan yang mudah lapuk, susah lapuk, dan tidak dapat lapuk. Kriteria bahan-bahan tersebut ditentukan oleh beberapa hal yaitu :
a. Ukuran bahannya
Ukuran bahan kompos yang semakin halus atau kecil akan semakin mempercepat proses dekomposisi bahan kompos tersebut. Sebaliknya semakin besar ukuran bahannya maka akan semakin sulit atau lambat dalam proses dekomposisi bahan komposnya. Hal dengan ukuran bahan yang kecil akan meningkatkan permukaan spesifik bahan kompos dan menghasilkan ukuran partikel yang lebih seragam serta membuat bahan lebih homogen pada saat dilakukan pencampuran.
b. Kandungan air bahan
Kandungan air bahan untuk pmbuatan kompos bervariasi antara 30-74 %, tetapi kandungan air bahan kompos yang optimum antara 50-60 %. Kandungan air bahan kompos dari gulma yang semakin tinggi atau terlalu rendah akan membuat terjadinya pemadatan bahan atau proses dekomposisi akan terhenti sama sekali. Hal ini disebabkan denga kandungan air yang terlalu tinggi ruang pori dari bahan akan diisi oleh air dan terjadi kekurangan O2 pada ruang pori bahan yang terisi air. Akibatnya proses dekomposisi berlangsung anaerob yang ditandai dengan yang bahan berbau busuk dan dekomposisi lambat.
c. Nisbah C/N
Nisbah Karbon dan Nitrogen (nisbah C/N) sangat penting untuk memasok hara yang diperlukan mikroorganisme selama proses pengomposan berlangsung. Nisbah C/N yang memudahkan bahan dikomposkan adalah antara 20 : 1 sampai 30 : 1. Apabila ketersediaan Karbon terbatas atau nisbah C/N bahan terlalu rendah tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan untuk dekomposisi bahan. Sebaliknya ketersediaan Karbon berlebihan atau nisbah C/N bahan terlalu tinggi maka pertumbuhan mikroorganismenya terbatas karena kekurangan Nitrogen sehingga proses dekomposisi terhambat.
Sedangkan pengomposan merupakan proses biologi oleh mikroorganisme secara terpisah atau bersama-sama dalam menguraikan bahan organik menjadi bahan semacam humus. Bahan yang terbentuk tersebut mempunyai berat volume yang lebih rendah daripada bahan dasarnya, bersifat stabil, kecepatan proses dekomposisi lambat dan sumber pupuk organik. Proses pengomposan secara alami di lahan pertanian sebenarnya dapat terjadi tetapi membutukan waktu yang lama sekitar 3-12 bulan atau bahkan lebih. Sementara pengomposan dengan campur tangan manusia akan lebih singkat karena adanya perlakuan tertentu yang dapat mempercepat proses dekomposisi atau penguraian.

Prinsip pembuatan kompos adalah dengan menumpuk berbagai bahan organik dalam susunan sedemikian rupa sehingga terjadi proses penguraian atau dekomposisi oleh mikroba pengurai.
Kecepatan penguraian atau dekomposisi bahan kompos dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan antara lain :
a. Kelembaban
Kelembaban selama proses pengomposan dipertahankan dalam kondisi cukup lembab dengan ciri bila bahan dipegang terasa seperti cucian baju yang baru diperas (kondisinya basah, tetapi tidak keluar air walaupun diperas). Kelembaban yang terlalu rendah akan menghentikan proses dekomposisi bahan oleh mikroorgaisme pengurai dan jika terlalu tinggi akan mengakibatkan pemadatan bahan serta terjadinya dekomposisi secara (anaerob tanpa Oksigen). Hal ini karena ruang pori bahan terisi air dan terjadi kekurangan Oksigen sehingga timbul bau busuk pada bahan dan proses dekomposisi menjadi lambat.
b. Sirkulasi udara
Sirkulasi udara mempengaruhi pasokan Oksigen untuk mikrooganisme pengurai (terutama bakteri dan fungi/jamur) dalam proses dekomposisi. Sirkulasi udara tersebut biasanya dipengaruhi berat bahan, frekuensi pembalikan bahan, dan ketinggian timbunan bahan yang diatur sedemikian rupa agar proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat.
c. Suhu
Suhu optimum untuk menujang proses dekomposisi dan pertumbuhan mikroorganisme pengurai berkisar antara 60o-70oC. Suhu timbunan bahan dapat diatur dengan pembalikan bahan terlalu periodik karena apabila suhu bahan terlalu tinggi akan mematikan mikroorganisme pengurai sehingga proses dekomposisi terhenti. Sedangkan suhu yang terlalu rendah kurang optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme pengurai sehingga proses dekomposisi menjadi lambat.
Teknik membuat kompos berdasarkan cara pengomposannya secara umum dibedakan menjadi 2 cara yaitu :
Ć¼  Pengomposan tanpa penambahan mikroorganisme pengurai
Teknik membuat kompos dengan cara ini pada dasarnya hanya menumpukkan bahan-bahan organik dan membalik-balikkannya secara periodik. Pembalikan secara periodik ini bertujuan untuk mempercepat proses peguraian atau dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai. Waktu yang dibutuhkan sampai terbentuknya kompos dengan cara tanpa penambahan mikroorganisme pengurai tersebut cukup lama, yaitu antara 2-6 bulan.
Ć¼  Pengomposan tanpa penambahan mikroorganisme pengurai
Teknik membuat kompos dengan cara ini pada dasarnya sama dengan cara pertama juga perlu pembalikan secara periodic tetapi ada penambahan mikroorgnisme pengurai. Adanya penambahan mikroorganisme pengurai terutama EM4 (Effective Micorganism) ini dapat mempersingkat waktu pembentukan kompos, yaitu hanya 1 bulan. Selain itu kompos yang dihasilkanpun masih mengandung mikroorganisme pengurai sehingga menambah kesuburan tanah dan jumlah pemberiannya ke tanaman juga tidak sebanyak kompos dengan cara pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar