MENGUMPULKAN GULMA HASIL PENGENDALIAN SECARA
MEKANIS/FISIK
Gulma hasil
pengendalian secara mekanis/fisik perlu ditangani lebih lanjut agar tidak
mengganggu pertumbuhan tanaman yang ada di lahan pertanian. Selain itu dengan
adanya penanganan gulma lebih lanjut untuk pengendalian gulma secara
mekanis/fisik akan lebih mengefektifkan metodepengendalian gulma tersebut.
Penanganan gulma
hasil pengendalian secara mekanis/fisik secara umum bertujuan untuk
a.
Mencegah
penyebaran biji dan organ perbanyakan vegetative gulma tumbuh kembali di lahan
pertanian
Gulma hasil
pengendalian secara mekanis/fisik apabila tidak lagi ditangani lebih lanjut
dapat menimbulkan masalah di lahan pertanian terutama untuk mencegah biji gulma
yang masih tertinggal pada gulmanya tumbuh lagi di lahan. Hal ini dapat
berkecambah walaupun bijinya belum masak secara sempurna (masak fisiologis).
Sealain itu organ perbanyakan vegetatif gulma seperti rhizoma, stolon, dan umbi
akar akan mudah tumbuh kembali di lahan pertanian apabila tidak dipindahkan
dari lahan tersebut dan ditangani lebih lanjut.
b.
Membersihkan
lahan pertanian dari patogen penyebab penyakit yang inangnya berupa gulma
Ada beberapa
jenis gulma yang menjadi inangnya pathogen penyebab penyakit tanaman. Misalnya
rumput grinting (Cynodon dactylon),
jawan (Echinochloa crusgalli), dan
rumput belulang (Eleusine indica)
yang menjadi inang patogen penyebab penyakit tungro pada tanaman padi. Apabila
gulma-gulma tersebut setelah dikendalikan secara mekanis/fisik tidak ditangani
lebih lanjut dan dipindahkan dari lahan tentunya akan menyebarkan virus tungro pada
tanaman padi yang ditanam pada lahan tersebut di musim tanam berikutnya.
c.
Memanfaatkan
gulma sebagai bahan baku kompos
Gulma hasil
pengendalian secara mekanis/fisik terutama gulma-gulma yang sifatnya mudah
lapuk dan mempunyai kandungan unsur hara yang tinggi (unsur Nitrogen) dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik (kompos).
Gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik secara
mekanis/fisik dapat ditangani dengan 2 cara yaitu :
1.
Membakar
gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik
Gulma-gulma yang
telah dikendalikan secara mekanis/fisik baik dengan cara dicabut, dibabad,
dikored, dicangkul, atau dipotong menggunakan mesin pemotong rumput perlu
dibiarkan terlebih dahulu di lahan pertanian sampai agak kering. Kemudian gulma-gulma
tersebut dikumpulkan menjadi satu di tempat terbuka untuk dibakar agar
organ-organ perbanyakan gulmanya baik berupa biji maupun bagian vegatatif tidak
dapat tumbuh kembali di lahan pertanian. Selain itu pembakaran gulma-gulma
tersebut dimaksudkan untuk mencegah dan mematikan penyebaran patogen penyebab
penyakit tanaman pada musim tanam berikutnya. Pembakaran gulma dilakukan di
tempat terbuka terutama untuk mencegah kemungkinan terjadinya bahaya kebakaran
di lahan pertanian tersebut.
2.
Mengomposkan
gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik
Pengomposan
gulma hasil pengendalian secara mekanis/fisik akan menguntungkan dalam
pengembalian unsur hara yang telah terambil/diserap oleh gulma ke dalam tanah.
Hal ini akan membantu siklus unsur hara dalam tanah secara alami sehingga keseimbangan
unsur hara dalam tanahnya dapat terjaga. Contohnya dengan pemanfaatan Azolla piƱata pada lahan tanaman padi
yang mempunyai kandungan unsur hara Nitrogen tinggi sebagai bahan baku kompos.
Cara pengomposan gulma-gulma hasil pengendalian secara mekanis adalah dengan memisahkan
gulma-gulma yang mudah lapuk dengan yang tidak mudah lapuk. Kemudian
gulma-gulma tersebut dikumpulkan di satu tempat yang teduh dan terlindung untuk
dikompodkan menjadi pupuk organik (kompos).
MEMBUAT KOMPOS DARI GULMA HASIL
PENGENDALIAN SECARA MEKANIS/FISIK
Gulma hasil
pengendalian secara mekanis/fisik yang telah terkumpul sebelum dibuat kompos
perlu dipisahkan terlebih dahulu menurut kriteia bahannya. Kriteria bahan
tersebut dapat dibedakan menjadi bahan yang mudah lapuk, susah lapuk, dan tidak
dapat lapuk. Kriteria bahan-bahan tersebut ditentukan oleh beberapa hal yaitu :
a.
Ukuran bahannya
Ukuran bahan
kompos yang semakin halus atau kecil akan semakin mempercepat proses
dekomposisi bahan kompos tersebut. Sebaliknya semakin besar ukuran bahannya
maka akan semakin sulit atau lambat dalam proses dekomposisi bahan komposnya.
Hal dengan ukuran bahan yang kecil akan meningkatkan permukaan spesifik bahan
kompos dan menghasilkan ukuran partikel yang lebih seragam serta membuat bahan
lebih homogen pada saat dilakukan pencampuran.
b.
Kandungan air bahan
Kandungan air
bahan untuk pmbuatan kompos bervariasi antara 30-74 %, tetapi kandungan air
bahan kompos yang optimum antara 50-60 %. Kandungan air bahan kompos dari gulma
yang semakin tinggi atau terlalu rendah akan membuat terjadinya pemadatan bahan
atau proses dekomposisi akan terhenti sama sekali. Hal ini disebabkan denga
kandungan air yang terlalu tinggi ruang pori dari bahan akan diisi oleh air dan
terjadi kekurangan O2 pada ruang pori bahan yang terisi air. Akibatnya proses
dekomposisi berlangsung anaerob yang ditandai dengan yang bahan berbau busuk
dan dekomposisi lambat.
c.
Nisbah C/N
Nisbah Karbon
dan Nitrogen (nisbah C/N) sangat penting untuk memasok hara yang diperlukan
mikroorganisme selama proses pengomposan berlangsung. Nisbah C/N yang memudahkan
bahan dikomposkan adalah antara 20 : 1 sampai 30 : 1. Apabila ketersediaan
Karbon terbatas atau nisbah C/N bahan terlalu rendah tidak cukup senyawa
sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan untuk dekomposisi bahan. Sebaliknya
ketersediaan Karbon berlebihan atau nisbah C/N bahan terlalu tinggi maka
pertumbuhan mikroorganismenya terbatas karena kekurangan Nitrogen sehingga
proses dekomposisi terhambat.
Sedangkan
pengomposan merupakan proses biologi oleh mikroorganisme secara terpisah atau
bersama-sama dalam menguraikan bahan organik menjadi bahan semacam humus. Bahan
yang terbentuk tersebut mempunyai berat volume yang lebih rendah daripada bahan
dasarnya, bersifat stabil, kecepatan proses dekomposisi lambat dan sumber pupuk
organik. Proses pengomposan secara alami di lahan pertanian sebenarnya dapat terjadi
tetapi membutukan waktu yang lama sekitar 3-12 bulan atau bahkan lebih.
Sementara pengomposan dengan campur tangan manusia akan lebih singkat karena
adanya perlakuan tertentu yang dapat mempercepat proses dekomposisi atau penguraian.
Prinsip pembuatan
kompos adalah dengan menumpuk berbagai bahan organik dalam susunan sedemikian
rupa sehingga terjadi proses penguraian atau dekomposisi oleh mikroba pengurai.
Kecepatan
penguraian atau dekomposisi bahan kompos dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan
antara lain :
a.
Kelembaban
Kelembaban
selama proses pengomposan dipertahankan dalam kondisi cukup lembab dengan ciri
bila bahan dipegang terasa seperti cucian baju yang baru diperas (kondisinya basah,
tetapi tidak keluar air walaupun diperas). Kelembaban yang terlalu rendah akan
menghentikan proses dekomposisi bahan oleh mikroorgaisme pengurai dan jika
terlalu tinggi akan mengakibatkan pemadatan bahan serta terjadinya dekomposisi
secara (anaerob tanpa Oksigen). Hal ini karena ruang pori bahan terisi air dan
terjadi kekurangan Oksigen sehingga timbul bau busuk pada bahan dan proses dekomposisi
menjadi lambat.
b.
Sirkulasi udara
Sirkulasi udara
mempengaruhi pasokan Oksigen untuk mikrooganisme pengurai (terutama bakteri dan
fungi/jamur) dalam proses dekomposisi. Sirkulasi udara tersebut biasanya dipengaruhi
berat bahan, frekuensi pembalikan bahan, dan ketinggian timbunan bahan yang
diatur sedemikian rupa agar proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat.
c.
Suhu
Suhu optimum
untuk menujang proses dekomposisi dan pertumbuhan mikroorganisme pengurai
berkisar antara 60o-70oC. Suhu timbunan bahan dapat
diatur dengan pembalikan bahan terlalu periodik karena apabila suhu bahan
terlalu tinggi akan mematikan mikroorganisme pengurai sehingga proses dekomposisi
terhenti. Sedangkan suhu yang terlalu rendah kurang optimum untuk pertumbuhan
mikroorganisme pengurai sehingga proses dekomposisi menjadi lambat.
Teknik
membuat kompos berdasarkan cara pengomposannya secara umum dibedakan menjadi 2
cara yaitu :
Ć¼ Pengomposan
tanpa penambahan mikroorganisme pengurai
Teknik membuat
kompos dengan cara ini pada dasarnya hanya menumpukkan bahan-bahan organik dan
membalik-balikkannya secara periodik. Pembalikan secara periodik ini bertujuan
untuk mempercepat proses peguraian atau dekomposisi oleh mikroorganisme
pengurai. Waktu yang dibutuhkan sampai terbentuknya kompos dengan cara tanpa
penambahan mikroorganisme pengurai tersebut cukup lama, yaitu antara 2-6 bulan.
Ć¼ Pengomposan
tanpa penambahan mikroorganisme pengurai
Teknik membuat
kompos dengan cara ini pada dasarnya sama dengan cara pertama juga perlu
pembalikan secara periodic tetapi ada penambahan mikroorgnisme pengurai. Adanya
penambahan mikroorganisme pengurai terutama EM4 (Effective Micorganism) ini dapat mempersingkat waktu pembentukan kompos,
yaitu hanya 1 bulan. Selain itu kompos yang dihasilkanpun masih mengandung
mikroorganisme pengurai sehingga menambah kesuburan tanah dan jumlah pemberiannya
ke tanaman juga tidak sebanyak kompos dengan cara pertama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar