Jumat, 30 Maret 2012

PSIKOLOGI GESTALT : KOGNITIF PERSPEKTIF

PSIKOLOGI GESTALT : KOGNITIF PERSPEKTIF



Sebuah teori umum dalam psikologi adalah sesuatu bagaikan sebuah platform politik, yang kebijakannya tercantum pada lingkup yang lebih besar, dalam sebuah bentuk untuk mendorong para pengikut untuk antusias, dan sering lawan berkomitmen yang sama. (Higard, 1987, hal. 416)

Perspektif utama di semester pertama pada abad ke-20 adalah behaviorisme. Pada tahun-tahun awal, dibawah pengaruh Watson, behaviorisme telah mendapat beberapa karakteristik dari sebuah platform politik. Namun, perkembangan behaviorisme benar-banar tak tertandingi. Pandangan yang bertolak belakang dari psikologi Gestalt, ironisnya telah mulai sebuah reaksi melawan studi mengenai sensasi dalam psikologi. Ketika dibawa ke negara ini, psikologi Gestalt menjadi perspektif behavioris. Alasan-alasan utama bagi para psikolog Amerika terhadap psikologi Gestalt adalah ketidakpuasan dengan sturturalisasi dari behaviorisme dan pertimbangan intelektual yang terbatas dari koneksinisme Thorndike (Hilgard. 1996).

Konsep Utama
Penelitian Gestalt sesungguhnya terpusat pada persepsi dari pengalaman. Max Wertheimer, pendiri psikologi Gestalt, memprakarsai pergerakan sebuah eksperimen inovatif yang menggambarkan perbedaan antara persepsi visual dan fenomena fisik. Bersama dengan Kurt Koffka dan Wolfgang Köhler, Wertheimer mulai mengembangkan hukum persepsi dan menerapkan konsep-konsep ini ke dalam pembelajaran dan pemikiran.
            Teori ini dikemukakan di Amerika Serikat tahun 1922, 10 tahun setelah lahir. Pada tahun 1930an, ketiga tokoh itu meninggalkan Jerman untuk melanjutkan tulisan dan ajaran mereka di Amerika Serikat. Pada umumnya, teori Gestalt dipandang oleh para psikolog Amerika sebagai hal yang menarik tetapi bukan berarti itu adalah solusi akhir dari persoalan-persoalan utama. Teori tersebut membentuk studi eksperimen dari persepsi dan psikologi sosial, mengabaikan topik-topik pada zaman keemasan behaviorisme (Baars, 1986, hal.71). sebagai tambahan pula, teori tersebut menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru tentang pemecahan masalah dan berpikir.
                                        
Asal Mula Perspektif Gestalt
Dasar psikologi Gestalt ditetapkan dalam sebuah naskah tahun 1980 oleh seseorang berkebangsaan Jerman yang bernama Christian von Ehrenfels. Dia menyatakan bahwa kualitas-kualitas yang muncul dalam persepsi disamping unsur-unsur sensoris terpisah yang merupakan komponen dari pengalaman. Misalnya, ketika melodi yang sama dimainkan dalam kunci-kunci yang yang berbeda, sensasi nada (unsur sensoris)nya berbeda. Tetapi, melodi tersebut Diakui sama.
Istilah yang diterapkan dalam proses ini adalah Gestaltqualität yang kasarannya diterjemahkan sebagai “kualitas yang diberikan oleh pola itu” (Murphy, 1949, hal. 226). Melodi yang akrab dimainkan dalam sebuah kunci yang berbeda tidak memiliki unsur tunggal pada umumnya dengan yang asli, tetapi melodi itu Diakui secara langsung (Murphy, p, 227).
Bagaimanapun juga, beberapa pertanyaan terjawab oleh perspektif ini (Murphy, 1949). Misalnya, apa yang dimaksud dengan “sama”? Misalnya, suara melodi dari suara alunan sebuah biola dapat Diakui sama (hal, 286). Namun, sebuah not tertentu, seperti C tengah, tidak bersuara yang sama ketika not itu muncul di paduan nada-nada yang berbeda atau dimainkan oleh instrumen-instrumen yang berbeda. Hasilnya adalah jumalah yang hampir tak terbatas dari “kualifikasi” yang diberikan oleh masig-masing jumlah stuktural yang dapat diidentifikasi. Bagi para psikolog, bagaikan sebuah proses yang menghasilkan sejumlah pola yang tak terbatas yang tak ada gunanya melebihi analisis dari unsur-unsur yang terpisah.
Solusi dari masalah-masalah ini cukup ditemukan secara tidak sengaja beberapa tahun kemuDian oleh Max Wertheimer (Watson, 1963). Dia sedang bepergian dengan kereta dari Vienna ke Jerman untuk liburan. Meninggalkan kereta di Frankfurt untuk meindaklanjuti firasat yang tiba-tiba muncul, Dia membeli sebuah mainan stoboscope. Stroboscope adalah sebuah alat yang menyajikan gambar dalam tingkat kecepatan yang ilusi gerak itu tercipta. Alat itu terkenal sebelum penemuan gambar gerak. Sebagai hasil dari penelitian awal, Wertheimer menunda rencana liburannya dan memilih melakukan pnelitian di laboratorium.
Apa karakteristik dari kegiatan yang gerakan persepsi dari penyajian yang berturut-turut tentang gambar yang tak bergerak. Dalam percobaan laboratorium berikutnya, Wertheimer menyajikan pokok-pokok persoalannya dengan berbagai variasi dari kondisi mendasar yang sama. Pertama, cahaya diproyeksikan melalui sebuah celah vertikal kecil dan kemuDian melalui celah dengan sudut kemiringan 20 atau 30˚ ke arah kanan. Jeda waktu antara kedua poyeksi tersebut bervariasi. Secara logis, subjek seharusnya melihat dua iluminasi yang singkat atau pendek. Namun, berdasarkan jeda waktu, subjek-subjek itu melihat iluminasi yang berbeda, termasuk sebuah proyeksi yang bergerak menuju lainnya, dua proyeksi yang serempak, dan satu proyeksi yang jatuh dari arah kanan ke kiri (Heider, 1973, hal. 68). Gerakan persepsi tersebut dinamakan phi phenomenon dalam sebuah publikasi peneltiain pada tahun 1912.
Penemuan itu penting karena mendemostrasikan hubungan antara konfigurasi stimulus dan seluruh pengalaman. Dengan kata lain, hubungan antara konfigurasi stimulus dan persepsi itu tidak sembarangan. Sebagai gantinya, mereka dapat dipelajari dan digolongkan.

Asumsi-asumsi Dasar
Empat asumsi dasar yang mendukung perspektif Gestalt (lihat tabel 3.1). Pertama, tak seperti behavioris, teori-teori Gestalt menyatakan bahwa perilaku “molar” seharusnya dipelajari daripada perilaku “molekul”. Proses-proses kimia mennjelaskan konsep-konsep ini. Andaikan misalnya, HNO3 diproduksi dalam sebuah bagian pabrik di luar unsur-unsur ini dan dan produk itu digunakan di bagian pabrik yang lain untuk melarutkan perak (Köhler, 1929, hal 180). Apakah kita mengatakan perak bereaksi dengan nitrogen, hidrogen, dan oksigen? Tentu saja tidak, karena efek dari perak tergantung pada kimia dari produk itu. Efek pada perak sama-sama tidak dapat dipahami sebagai sebuah reaksi bagi unsur-unsur individu atau jumlah mereka.
            Contoh-contoh dari asumsi yang terkait (organisme-organisme merespon terhadap organisasi rangsangan atau “keseluruhan sensoris yang terpisah) termasuk nama-nama bintang di langit.

Tabel 3.1
Asumsi-asumsi Dasar dari Teori Gestalt
Asumsi
Contoh
1. Perilaku molar, bukannya perilaku  molekul (kontraksi otot ataupun getah) seharusnya dipelajari.
1. Penampilan dari seorang mahasiswa yang terjadi di dalam kelas dimana dosennya berdiri di depan. (Koffka, 1935, hal 27)
2. Organisme merespon “keseluruhan sensoris yang terpisah” atau Gestalten (Kohler, 1929, hal. 124) daripada rangsangan tertentu sebagai peristiwa yang asing dan bebas.
2. Susunan dari 11 titik yang geometris Dianggap seperti salib.
3. Lingkungan geografis yang berbeda dari lingkungan yang berhubungan dengan perilaku yang tampak.
3. Koffka (1935, hal. 29) menggambarkan sebuah insiden dari seorang laki-laki di atas punggung kuda yang melaju dalam hembusan angin di tengah badai salju untuk segera sampai di penginapan dengan aman. Ketika ditanya darimana asalnya, laki-laki itu menunjuk sebuah arah dari penginapan tersebut. Karena kagum, pemilik penginapan bertanya pada laki-laki itu apakah Dia tau bahwa Dia telah berkuda melintasi sebuah danau. Cerita tersebut tentang laki-laki yang jatuh dan mati dari kejutan kalo Dia telah berkuda melintasi es.
4. Pengorganisasian lingkungan sensoris adalah sebuah interaksi dinamis dari gaya-gaya dalam sebuah struktur yang mempengaruhi persepsi seseorang.
4.Tiga pola di bawah ini adalah proyeksi-proyeksi dari kawat yang berbentuk kubus, tetapi dirasakan itu berbeda karena hubungan antar kawat.

Nama-nama seperti sang pemburu Orion menggambarkan gambar-gambar teretentu dari gugusan bintang. Demikian pula, bentuk awan yang sering dianggap mirip seperti wajah, gunung, dan objek-objek lainnya.
            Asumsi yang ketiga adalah perbedaan antara lingkungan geografis dan perilaku lingkungan, dilengkapi dasar pembelajaran persepsi seseorang. Seperti yang digambarkan dalam tabel 3.1, individu menanggapi sesuatu dari lingkungan, bukan lingkungan geografisnya.
            Akhirnya, organisasi rangsangan di lingkungan itu sendiri adalah sebuah proses dan proses ini mempengaruhi persepsi seseorang. Koffka (1935, hal 159) mencatat bahwa ketika sebuah pola dalam contoh tabel 3.1 disajikan tanpa yang lain tampak seperti sebuah gambar pesawat, baik sebagai segienam dengan Diagonal-Diagonal atau sejenis salib atau pola seperti bintang. Dalam sebuah pola, gambar pesawat yang keduanya simetris dan simple adalah yang dominan.
            Ini berbeda dengan pola c yang tampak seperti kubus dalam tiga dimensi. Gambar pesawat sangat tidak tentu bentuknya dan sulit untuk dilihat. Di sisi lain, pola b dipandang sebagai dua ataupun tiga dimensi. Itu mungkin tampak seperti gambar pesawat dimana pola itu terletak di atas sebuah segi enam atau mungkin tampak seperti sebuah kubus. Alasannya gaya-gaya dua dan tiga dimensi adalah pola b lebih teratur daripada pola-pola yang lain. Gambar 3.1 menggambarkan contoh lain dimana gaya-gaya dalam perceptual field teratur. Dalam gambar ini, penonton biasanya sama-sama melihat persilangan sebuah Malta hitam (besi Jerman) atau sebuah baling-baling putih (Hartmann, 1942, hal 176).
            Dalam ringkasannya, teori Gestalt menekankan keseluruhan dan pengorganisasian. Contohnya, individu-individu menanggapi untuk menyelesaikan gamabar-gambar geometris daripada kawat-kawat yang terpisah. Selain itu, karena individu-individu mungkin merasakan suatu kondisi dalam hal-hal tertentu. Perilaku lingkungan (perceived field) seharusnya lebih dipelajari daripada lingkungan geografis. Oleh karena itu, penelitian kejiwaan seharusnya mengidentifikasi interaksi dinamis dari unsur-unsur dalam sebuah bidang yang mempengaruhi persepsi seseorang.

Hukum-Hukum Organisasi Perceptual
Menurut Gestalt, tugas utama bagi ilmu psikologi adalah untuk menjawab pertanyaan. Bagaimana individu itu secara psikologis menanggapi lingkungan geografisnya? Pertama, psikologi Gestalt mendefinisikan proses persepsi itu sebagai pengorganisasian rangsangan yang diteliti. Peneliti menyampaikan arti susunan stimulus tersebut.
            Kedua, susunan unsur-unsur dalam keseluruhan stimulus adalah faktor utama dalam persepsi (Koffka. 1935). Contonya, 11 titik yang tersebar dalam bentuk jajar genjang akan Dianggap seperti gambar empat sisi. Langkah berikutnya adalah menentukan karakteristik stimulus yang terlihat yang mempengaruhi persepsi. Pengaruh-pengaruh ini digambarkan dalam sebuah hukum dasar, hukum Prägnanz, dan empat hukum pokok yang terkait.

Hukum Prägnanz
Istilah Prägnanz mengacu pada esensi. Hukum Prägnanz, dikenalkan oleh Wertheimer, menyatakan bahwa “organisasi psikologis yang hanya akan menjadi sebaik kondisi yang mungkin berlaku.” Dalam definisi ini, istilah “baik” tak terdefinisi. Itu mencakup sifat-sifat seperti “keberaturan, kesimetrisan, kesamaan, dan lain-lain” (Koffka, 1935, hal 110).
            Dengan kata lain, dalam beberapa kelompok rangsangan, organisasi yang berlaku adalah satu yang paling luas dan paling stabil dan juga bebas dari secara kebetulan dan sewenang-wenang (Murphy, 1949). Sebuah contoh misalnya, sejenis gambar puzzle khusus yang terkenal beberapa tahun lalu. Gambar itu, gambar garis yang biasanya menggambarkan alam dan tersembunyi dalam beberapa bagian gambar adalah wajah-wajah dan kadang-kadang objek-objek. Namun, stuktur yang erlaku adalah keseluruhan pemandangan dan sering dalam pencarian dibutuhkan untuk menemukan objek-objek yang tersembunyi.


Hukum-Hukum yang Terkait

Sebuah prinsip yang terkait erat dengan hukum Prägnanz adalah hukum tentang karakter para anggotanya. Khusunya, masing-masing unsur menunjukkan kualitas-kualitas khusus berdasarkan pada tempatnya dalam struktur keseluruhan konteks. Misalnya, sepetak warna dalam sebuah pemandangan berdasarkan nilainya pada konteks dimana artis itu berada (Murphy, 1949, hal 288). Seperti halnya, “permukaan-permukaan” begitu sulit untuk ditemukan dalam sebuah garis dari sebuah hutan karena garis-garis itu membentuk permukaan-permukaan dari karakter akar-akaran, daun-daunan, dan aspek lainya dalam konteks hutan yang ada di sekitar mereka. Dengan kata lain, aspek-aspek penting dari komponen sebuah struktur didefinisikan oleh hubungan mereka terhadap sistem secara keseluruhan.
            Contoh yang lain dari karakter para anggotanya adalah penyajian sebuah salib merah di bidang abu-abu. Setelah melihat salib tersebut selama 20 detik, subjek melihat sebuah pembatasan hijau di sekitar salib tersebut. KemuDian, subjek diminta untuk menebak warnanya jika sebuah takik dipotong di salah satu lengan salib tersebut. Jawaban yang logis adalah hijau, seperti pembatasnya. Namun, Gestalt secara akurat menebak warnanya akan menjadi merah. Salib adalah sebuah keseluruhan yang terorganisir yang memaksa unsur-unsur di dalamnya untuk mendapatkan atribut-atribut yang mendukung struktur total (Murphy, 1949, hal 288).
            Contoh ini juga menggambarkan organisasi lingkungan sensoris yang dinamis alami. Bidang sensoris meliputi daya-daya yang mendesak efek-efek tertentu pada rangsangan individu. Kerangka nyata dari lengan-lengan salib mempunyai derajat Prägnanz yang lebih tinggi daripada kerangka takik (Murphy, 1949). Oleh karena itu, organisasi salib yang berlaku dan takik itu tidak tampak.
            Empat karakter utama bidang visual yang mempengaruhi persepsi juga didentifikasi oleh Wertheimer (1938). Mereka adalah proximity, similarity, open direction, dan simplicity. Khususnya, kedekatan unsur-unsur yang satu dengan yang lain (proximity), fitur-fitur yang sama seperti warna (similarity), kecenderungan unsur-unsur untuk melengkapi sebuah pola (open direction), dan kontribusi dari unsur-unsur stimulus terhadap sejumlah struktur yang sederhana (simplicity) adalah faktor-faktor yang berpengaruh atas kelompok-kelompok persepsi dari unsur-unsur yang terpisah (Gambar 3.2).
            Hukum-hukum dari oganisasi perceptual berhubunngan dengan hubungannya dengan hukum umum Prägnanz. Peristiwa-peristiwa psikologis cenderung untuk menjadi penuh arti dan lengkap, dan empat karakter itu mempengaruhi kesempurnaan.









Gambar 3.2
Contoh-contoh dari empat hukum
pokok organisasi perceptual















1.      Proximity : Garis-garis cenderung dipandang sebagai tiga kolom atau tiga set dari dua garis.
2.      Similarity : Walaupun huruf-huruf tersebut sama-sama saling menjauh, mereka cenderung Dianggap sebagai kolom.
3.      Open direction : Gambar di sebelah kanan itu cenderung Dianggap sebagai lingkaran walaupun tidak penuh.
4.      Simplicity : (stuktur total): struktur total (a) lebih Dianggap sebagai gambar jajar genjang (b) yang dilekatkan di dalamnya.



Pengalaman Menilik (Insight)
Boleh jadi kontibusi teori Gestalt terhadap studi pembelajaran yang terkenal disebut pengalaman “insight”. Teori ini dikenalkan oleh Wolfgang Köhler dalam eksperimennya dengan “anthropoid” simpanse. Konsepnya juga diteliti dalam eksperimen-eksperimen dengan manusia. Itu berlanjut unutk dipelajari oleh para psikolog kognitif jaman sekarang.

Eksperimen Awal
Ditetapkan oleh Akademi Prussian kepada Kepulauan Canary di Perang Dunia I, Köhler melakukan beberapa eksperimen yang inovatif dalam pembelajaran. Situasi pokok eksperimen tersebut meliputi dua komponen: makanan diletakkan di luar jangkauan binatang-binatang dan sejenis mekanisme yang dekat. Jika digunakan secara tepat, mekanisme akan membantu hewan tersebut mendapatkan makanan. Dalam eksperimen yang paling sederhana, makanan digantung di atap dekat tangga. Di eksperimen-eksperimen lainnya, makanan diletakkan di luar sangkarnya dengan sebuah tongkat atau batang yang sudah mati. Dalam satu situasi yang kompleks, mendekati makanan itu membutuhkan dua tongkat terpisah yang sama-sama baik.    Köhler memperhatikan ketika hewan itu menganggap tongkat, batang, atau mekanisme lainnya sebagai alat, dan masalh itu pun terpecahkan. Fenomena ini dihubungkan dengan apa yang ada di dalam psikologi Gestalt sebagai insight (wawasan). Maka dari itu, Köhler mendukung formula pembelajaran “stimulus-respon” seharusnya diganti. Sebagai gantinya, Dia merekomendsikan formula pembelajaran seharusnya “kumpulan dari –rangsangan-organisasi-reaksi terhadap hasil dari pengorganisasian” (Köhler, 1929, hal 108). Dengan kata lain, perilaku yang penuh wawasan tidak terjadi pada aksi dari rangkaian-rangkaian yang sudah ada daripada mengisyaratkan proses-proses organisasi dan organisasi ulang (Koffka, 1935, hal 628).
            Pentingnya istilah “insight” /wawasan mengacu pada satu tipe dari perilaku yang tidak dapat dikurangi jenis yang lain (Koffka, 1935, hal 628). Itu bukan sebuah penjelasan melainkan hanya sejenis pengorganisasian lagi dari perceptual field. Lagi pula, wawasan tidak terjadi hanya dalam satu langkah. Kadang-kadang dua atau tia langkah dibutuhkan, yang masing-masing adalah hukum dari sebagian wawasan.

Masalah Pendulum
Dalam sebuah eksperimen dengan subjek manusia, Norman R. F. Maler meneliti proses-proses yang terkait akan penemuan sebuah solusi kreatif di masalah pendulum yang terkenal. Enam puluh satu subjek ditempatkan dalam satu tempat dimana dua tali yang mencapai lantai digantung dari atap. Satu digantung dekat tembok dan yang lain dekat dengan tengah ruangan. Tugasnya untuk mengikat ujung-ujung kedua tali tersebut. Bagaimanapun juga, jika satu tali dipegang dengan tangan, subjek tidak dapat menjangkau yang satunya (Maier, 1931, hal 182). Ruangan itu juga berisi banyak objek lainnya termasuk galah, ringstand, penjepit, penjepit, tali penyambung, meja, dan kursi.
            Menggunakan objek-objek tersebut, empat solusi akan masalah itu mungkin dan semuanya kecuali satu yang nyata. Maier mempelajari solusi yang sulit itu karena membutuhkan keaslian dan paling tidak harus dikaitkan dengan pengalaman sebelumnya. Tiga solusi yang nyata tersebut adalah (1) menahan salah satu tali dengan objek yang berat dekat yang lainnya, (2) memperpanjang tali dengan tali penyambung untuk menjangkau yang lainnya, (3) memegang salah satu tali dan menarik yang satunya ke tiang. Solusi sulit itu adalah untuk mengikat sebuah beban ke tali yang ada di tengah ruangan dan menggerakkannya sehingga membuatkannya sebuah pendulum. Tali yang lain kemudian didekatkan ke tengah dan tali yang  terayun menangkapnya dan mendekatinya di tengah antara dua tali tersebut (Maier, 1931, hal 183).
            Dalam eksperimen itu, ketika subjek-subjek menemukan satu solusi dan mereka disuruh untuk menemukan yang lain. Jika subjek tidak menemukan solusi 4 atau sudah menyerah setelah bekerja dengan sungguh-sungguh selama 10 menit, peneliti berjalan menuju jendela, melewati tali di tengah ruangandan menggerakkannya dengan lembut (petunjuk 1). Jika setelah beberapa menit solusi 4 tidak ditemukan, peneliti memberikan subjek penjepit dan berkata, “Dengan pertolongan ini dan tak ada bojek lainnya, ada cara yang lain untuk memecahkan masalah itu” (Maier, 1931, hal 183).
            Dari 61 mahasiswa dalam studi itu, 24 masalah terpecahkan tanpa petunjuk dan 14 gagal terpecahkan bahkan dengan pertolongan. 23 subjek memecahkan masalah dengan pertolongan dan 19 menemukan solusi setelah satu petunjuk. Namun, 16 mahasiswa dilaporkan mempunyai ide “all at once”. Dan sebaliknya bagi 7 subjek, ide tali yang berayun dan menempelkan sebuah beban secara terpisah. Mereka melempar benda-benda ke tali dan berharap angin akan berhembus lebih kencang atau mengatakan perlunya kekuatan magnet untuk menarik tali itu (Maier, 1931, hal 186). Sedikit pemanfaatan beban yang terjadi pada subjek dan individu mengikat penjepit ke ujung tali tersebut. Maier mennyimpulkan bahawa insight atau wawasan dapat berupa semua pengalaman ataupun pengalaman parsial.

Faktor yang Terlibat dalam Wawasan
Akhir-akhir ini, ada beberapa kontrovesi mengenai hubungan wawasan dengan bentuk-bentuk pemecahan masalah (Schooler, Fallshore, dan Flore, 1995). Pandangan pokok itu adalah bahwa wawasan dapat digambarkan dalam kerangka konsep psikologis yang diterima sedangkan yang membedakannya dari situasi problem-solving lainnya (hal 580).  Meskipun begitu, salah satu kesulitan dalam mengadakan penelitian tentang wawasan adalah kurangnya definisi yang jelas. Dua karakteristik itu diakui oleh sebagian peneliti kognitif bahwa wawasan itu (1) merupakan penglihatan dengan jelas ke dalam hati atau esensi suatu keadaan [hubungan dasar struktur (Wertheimer, 1945/1959)]; dan (2) melibatkan paling tidak sebagian sebuah proses bawah sadar yang otomatis tidak melibatkan penalaran langkah demi langkah (Gick&Lockhart, 1995).
            Beberapa peneliti juga mengidentifikasi solusi yang tiba-tiba sebagai sebuah kriteria, contohnya “Aha! Pengalaman.” Berdasarkan rekomendasi anekdot tentang pengalaman para ahli matematika dan ilmuwan yang terkenal tampaknya mendukung pandangan ini. Sebagai contohnya sebuah penemuan jenis fungsi matematika tertentu oleh Henri Poincaré ketika Dia sedang naik bus. Contoh yang lain adalah penemuan Alexander Fleming tentang penicillin berikut dengan pemberitahuan nya tentang bakteri yang berkembang di cawan laboratorium tidak tumbuh mendekati jamur (Seifert, Meyer, Davidso, Patalano, & Yaniv, 1995, hal 23).
            Beberapa wawasan kreatif sungguh-sungguh terjadi dalam cara ini. Namun penelitian pada laporan introspeksi dan wawancara individu-individu yang kreatif mengindikasikan bahwa ada empat fase yang sering terlibat. Fase itu adalah (1) kerja keras dan penelitian (persiapan mental), (2) masa istirahat (inkubasi), (3) wawasan (iluminasi) , dan (4) karya, termasuk elaborasi untuk mengembangkan ide (verifikasi) (Csikszentmiha & Sawyer, 1995; Hadamard, 1949; Wallas, 1926). Contonya, laporan dari Poincaré tentang penemuan matematikanya yang melibatkan beberapa minggu untuk melakukannya dan nampaknya tanpa kemajuan. Dia mendapat ide ketika liburan di tepi pantai, selanjutnya diikuti oleh sebuah kebuntuan. Dan bekerja untuk mengembangkan produk yang diselesaikan (Gruber, 1981; 1995).
            Walaupun insight tidak dapat diramalkan, situasi jangka panjang dan jangka pendek kemungkinan besar menyebabkan insight dapat teridentifikasi (Simonton, 1995). Persiapan jangka panjang meliputi (1) lingkungan rumah yang memberikan kebudayaan dan simulasi intelektual yang luas, termasuk hasrat untuk membaca, (2) perkembangan gudang informasi yang relevan dari seorang individu ke dalam jaringan kompleks mengenai arti-arti dan asosiasi yang tak biasa, (3) pembelajaran dengan lebih dari satu mentor, dan (4) mengikuti perkembangan dil luar perkembangan wilayah tertentu. Latar belakang itu dapat membuat kemungkinan hubungan ide-ide yang berbeda menjadi sebuah terobosan dalam sebuah disiplin ilmu.
            Dalam kehidupan setiap harinya, persiapan melibatkan fase satu dan dua dari keempat proses tingkatan fase yang telah disebutkan sebelumnya. Itu adalah suasanan yang menguntungkan bagi insight melibatkan karyanya yang dulu, termasuk mengeksplor kemungkinan-kemungkinan dan mengakui kebuntuan itu diikuti masa inkubasi dimana individu fokus pada kegiatan yang lainnya (Simonton, 1995).

Ringkasan
Pada semester awal abad ke-20, pdikologi Gestalt disajikan sebagai kegagalan dari behaviorisme. Perilaku molar seharusnya lebih dipelajari dibandingkan perilaku molekul. Para ahli psikologi Gestalt fokus pada persepsi yang ada dalam pembelajaran. Khususnya, organisme menanggapi keutuhan sensoris daripada rangsangan khusus dan pengorganisasian dari lingkungan sensoris itu mempengaruhi persepsi organisme. Sebagai tambahannya pula, hukum-hukum organisasi perceptual yang mengindikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi visual. Psikologi Gestalt mengenalkan konsep indight. Dalam awal penelitiannya, subjek-subjek hewan dan manusia disajikan masalah-masalah yang membutuhkan sebuah solusi baru. Pengorganisasian ulan perceptual dari situasi memberikan solusi.
            Sekarang, insight digambarkan dengan melihat secara jelas ke inti situasi atau masalah melalui proses bawah sadar. Ketergesa-gesaan solusi itu kadang-kadang disebut sevagai karakteristik. Namun, penelitian mengindikasi kepentingan persiapan kerjaan pada sebuah masalah dan masa inkubasi, diikuti elaborasi dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk mengembangkan ide tersebut.

Perkembangan Gestalt yang lainnya
Walaupun terpusat pada proses-proses perceptual, para psikolog Gestalt jug amenerapkan konsep-konsep mereka pada daerah-daerah yang menarik lainnya dalam psikologi pada pertengahan 1930an, psikologi Gestalt telah mendefinisi ulang isu-isu pokok dalam psikologi mengnai istilah-istilah dari bentuk atau struktur sebuah teori (Murphy, 1949, hal 293). Tidak mengherankan kalo karya mereka terpusat pada aturan persepsi dalam pembelajaran dan berpikir. Perkembangan-perkembangan yang utama adalah perbedaan antara pembelajaran yang berubah-ubah dan penuh arti, studi tambahan tentang pemecahan masalah, behaviorisme Edward Tolman yang digunakan untuk tujuan tertentu, dan teori motivasi Kurt Lewin.

Pembelajaran yang Berubah-ubah dan Penuh Makna
Dalam penerapan konsep-konsep dari struktur dan totalitas terhadap analisis pembelajaran, Wertheimer membedakan antara pembelajaran yang berubah-ubah atau yang tak ada gunanya dan pembelajaran yang penuh makna (Katona, 1967). Perbedaan itu dibuat dalam dua cara. Pertama, beberapa relasi sederhana yang berubah-ubah atau tak ada gunanya. Contohnya, kenyataan tentang nomor telepon John adalah 782-9031. Itu sebuah relasi yang tak berguna karena nomor telepon tidak dapat berasal dari nama dan karakter John.
            Bagaimanapun juga, relasi yang sederhana itu penuh makna. Contohnya,    (a + b)2  = a2 + 2ab + b2. Jika salah satu sisi dari persamaan itu disampaikan, yang lain mungkin berasal dari itu. Dengan kata lain, mereka dihubungkan dalam cara yang tak berubah-ubah, bermakna.
            Namun, titik utama Wertheimer adalah hubungan-hubungan khusus yang mendasar. Dia malahan khawatir terutama dengan perbedaan antara metode pembelajaran yang berubah-ubah dan penuh makna di dalam kelas. Dengan kata lain, struktur-struktur yang penuh makna itu seharusnya tidak dipelajari dalam cara yang berubah-ubah.
Wertheimer (1945) melaporkan sebuah kelas yang dikunjungi dimana mahasiswanya belajar untuk menentukan daerah jajargenjang dengan menjatuhkan dua garis tegak lurus ke garis dasar. Namun, ketika dihadapkan dengan bentuk lain dari jajargenjang itu, mahasiswa bingung harus bertindak apa. Reaksi mereka adalah “Kita tidak memilikinya sebelumnya.”
            Dalam bekerja dengan kelompok yang lain, Wertheimer pertama kali menunjukan kepada mereka tentang bagaiman mengkalkulasi daerah bujursangkar. Lalu, Dia menyampaikan jajargenjang dan ditanya apakah mereka dapat menggunakan pengetahuan bujursangkar mereka untuk menentukan daerah tersebut. Setelah beberapa kesalahan yang telah dibuat, beberapa anak memotong segitiga pada salah satu ujung jajargenjang itu dan meletakkannya di ujung yang lain. Dengan cara demikian membentuk sebuah bujursangkar (lihat cara a, Gambar 3.3). Lalu, mereka melanjutkan memecahkan daerah bujursangkar yang telah mereka buat. Akan tetapi, bentuk bujur sangkar itu dianggap berbeda. Mereke memotong setengah jajargenjangnya, setengahnya dibalikan dan diletakkan di ujung diagonalnya untuk membentuk bujursangkar (lihat cara b, Gambar 3.3). pemecahan masalah tergantung pada pengorganisasian ulang anak-anak pada bidang itu dan reaksi mereka terhadap pengorganisasian itu.
            Wertheimer tidak merekomendasikan metode pengajaran yang khusus berdasarkan teori Gestalt. Namun, implikasi dari contoh ini memberikan informasi yang membantu murid-murid untuk mengorganisasi ulang pandangan mereka dari masalah yang seharusnya menjadi sebuah komponen dalam pemecahan masalah pengajaran.
            Relevansi akan perhatian Wertheimer terhadap pembelajaran yang bermakna tampak jelas dalam diskusi pada segmen “Marthner” pada program televisi swasta Square one TV. Dalam program itu, duo pemecahan masalah kuno setelah Dragnet seri duo detektif (dengan kalkulator dalam sarung mereka) bertindak sebagai mata-mata untuk memecahkan masalah (Blau, 1990). Format penting dalam program tersebut bahwa detektif-detektif itu menggunakan berbagai cara untuk memecahkan masalah, seperti menggambar sebuah situasi atau mengingat kembali sama seperti masalah yang dipecahkan.
            Hasil dari pretes maupun evaluasi dari para penonton dan sekelompok pengawas mengindikasikan perbedaan dalam ketrampilan pemecahan masalah. Penonton mengubah rata-rata 46% jumlah berbagai teknik yang mereka gunakan untuk memecahkann masalah dan rata-rata 56% dalam kecanggihan dan kelengkapan jawaban-jawaban mereka. Dan juga jetertarikan pada dasar pemikiran mereka pada perkembangan program itu. Pengembang telah mencatat kecenderungan terhadap usia antara 8-12 tahun, ketika diberi masalah mereka melihat secara langsung atau mengatakan “Kita tidak memilikinya sebelumnya.”


Penelitian pada Pemecahan Masalah
Kelanjutan ketertarikan pada teori Gestalt adalah sebuah analisis yang lebih jauh mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dalam pemecahan masalah. Konsep-konsep yang teridentifikasi oleh para peneliti relevan dengan kelas saat ini adalah transfer pelatihan, pendekatan masalah dan penentuan fungsi, dan kumpulan masalah.

Transfer Pelatihan
Efek dari cara yang berbeda dalam menunjukkan solusi masalah pada ketrampilan memecahkan masalah diteliti oleh George Katona. Dia melakukan serangkaian eksperimen pada masalah batang korek api dimana tugasnya untuk mengubah jumlah kotak-kotak yang terbentuk dari batang korek api dengan memindahkan sedikit mungkin batang korek api tersebut. Contoh untuk memindahkan tiga batang korek api menjadi lima kotak, digambarkan pada gambar 3.4.
            Satu eksperimen melibatkan pengajaran dua kelompok murid dengan pendekatan masalah yang berbeda. Dalam satu kelompok, instruktur menggambarkan solusi-solusi untuk empat variasi dari tugas yang sama yang semuanya dipecahkan dengan cara yang sama. Sebaliknya, metode itu digunakan nersama kelompok kedua ditunjuk oleh Katona (1940) sebagai penelitian yang terbimbing. Instruktur menggambarkan enam transisi dalam konfigurasi batang korek api dengan hanya memindahkan beberapa dari mereka. Contohnya, hanya memindahkan kembali tiga batang korek api untuk membuat sebuah lubang di tengah-tengah konfigurasi tersebut. Metode ini memberikan petunjuk untuk memecahkan masalah lainnya dengan menggambarkan bahwa perubahan besar dapat dilakukan dengan hanya memindahkan beberapa dari mereka. Prinsip struktural yang penting dalam masalah ini adalah satu batang korek api dapat menjadi salah satu sisi dua kotak secara bersamaan. Hasil membandingkan dua kelompok mengindikasikan bahwa kuantitas dan kualitas untuk masalah-masalh baru lebih besar pada kelompok penemuan yang terbimbing.

Pendekatan Masalah dan Penyelesaian Fungsional
Karl Duncker (1926) mencatat bahwa sebagian besar teori menjelaskan pemecahan masalah dalam istilah faktor ketiga. Mereka menyebut beberapa faktor yang tak ada hubungannya seperti penglaman masa lalu atau peniruan akan laporan bagi hubungan antara situasi maslah dan solusinya.
            Duncker menganalisis beberapa protokol dari beberape subjek yang mereka coba ubtuk memecahkan beberapa masalah khusus. Analisisnya mengindikasikan langkah pertama yang diambil oleh pemecah masalah yang berhasil adalah konflik yang terpahami. Langkah berikutnya, kadang-kadang diambil setelah beberapa langkah maupun petunjuk yang salah dari penelitinya, sebuah identifikasi yang jelas dari kesulitan yang mendasar. Langkah akhir adalah solusi masalah yang menjawab kesulitan tersebut. Misalnya, berpikir produktif dan solusi-solusi itu relevan dengan solutions with functional value (solusi dengan nilai-niali fungsional).
            Salah satu contohnya adalah masalah sinar X. Situasinya dimana seorang laki-laki tidak sembuh dari tumornya karena penggunaan sinar X akan membunuh jaringan-jaringan yang sehat. Kunci untuk memecahkan masalah ini adalah memperhatikan intensitas cahayanya, misalnya terlalu kuat (merasa kesulitan). Solusi yang digambarkan dalam tabel 3.2 adalah memberikan cahaya yang lemah dari berbagai sudut yang terserang tumor.
            Seperti yang diindikasikan pada tabel 3.2, faktor utama dalam solusi yang berhasil adalah memahami inti masalahnya, misalnya mengidentifikasi kesulitan yang mendasar. Berpikir produktif dibedakan oleh daftar situasi masalah itu dan penghargaan terhadap kekurangan tertentu (Aufgabe) yang disampaikan oleh proses pemikiran (Duncker, 1926, hal 702).
            Murid-murid yang tidak mampu menganggap unsusr-unsur situasi itu dalam cara baru dikatakan kurang functional fixedness (Duncker, 1945). Contoh-contohnya meliputi ketidakmampuan beberapa simpanse untuk melihat sebuah tongkat sebagai alat yang dapat digunakan dan subjek-subjek dalam eksperimen pendulum Maier yang gagal melihat kegunnan baru dari penjepit.

Pengaturan Masalah
Functional fixedness (penyelesaian fungsional) adalah satu kesulitan perceptual dalam pemecahan masalah. Konsep yang terkait adalah problem set atau Einstellung, diidentifikasi oleh Abraham Luchins (1942). Secara garis besar, pengaturan masalah itu mengacu pada kekakuan dalam pemecahan masalah karena anggapan individu tentang serangkaian masalah itu dipecahkan dengan cara yang sama. Luchins menemukan masalah botol air yang diteliti dampak pengaturan masalah itu. Subjek-subjek diberi tiga botol yang kapasitasnya berbeda dan kemudian diminta untuk mengukur jumlah air. Solusi dari setiap masalah itu membutuhkan untuk menuang jumlah tertentu air itu dari satu botol ke botol satunya (tabel 3.3).
            Dalam eksperimen, masalah 2 sampai 6 adalah set induksi atau masalah “E”. Masalah 7 sampai 11 adalah uji masalah karena dapat dipecahkan dengan metode sederhana A-C. Akan tetapi masalah 7,8,9,10, dan 11, strategi yang lebih praktis yang digunakan pada masalah 1sampai 6 juga akan memberikan hasil yang benar. Masalah 9 disebut sebagai masalah yang berbeda karena strategi B-A-2C tidak akan menghasilkan 25 unit. Subjek yang gagal dengan masalah 9 dipandang sebagai demonstrasi perilaku yang kaku karena dia mengikuti startegi yang diulang-ulang walaupun itu tidak cukup lengkap (Luchins&Luchins, 1959, hal 111).
            Luchins memperlihatkannya dalam serangkaian masalah. Strategi yang digunakan untuk masalah 1 sampai 6 juga diterapkan oleh subjek pada masalah 7 sampai 11. Dari 1.039 subjek, 83% menggunakan stratei B-A-2C pada masalah 7 dan 8 dan 64%nya gagal pada masalah 9 (Luchins&Luchins,1959, hal 110).
            Sebaliknya, dari 970 subjek yang hanya mendapat masalah 7 sampai 11 kurang dari 1 % menggunakan strategi B-A-2C pada masalah 7 dan 8. Hanya 5% yang gagal pada masalah 9. Fenomena ini disebut “Einstellung” untuk menunjukkan jenis pengaturan tertentu yang mempengaruhi suatu tindakan bawah sadar (Luchins&Luchins, 1959).
            Dalam satu variasi eksperimen dasar, solusi anak SD pada enam masalah yang pertama dikumpulkan sebelum pembagian masalah 7 sampai 11. Anak-anak juga diberitau untuk tidak menggunakan metoda yang sama pada masalah-masalah ini.
            Walaupun anak-anak memperhatikan peringatan tersebut, sebagian besar dari mereka gagal pada masalh 7 dan 8 dan lainnya menggunakan strategi yang pertama pada masalah 10 dan 11. Beberapa anak menjelaskan bahwa metode lama terus bermunculan dalam pikiran mereka dan mereka pun tidak dapat membantu menggunakannya (Lunchins&Lunchins, 1959, hal 134).

Tabel 3.2
Solusi masalah dengan nilai fungsional
Masalah
Konflik yang Dipahami
Kesulitan
Solusi dengan Nilai Fungsional
Simpanse menginginkan makanan di luar kandang.
Simpanse tidak dapat menjangkau makanan.
Lengan simpanse terlalu pendek.
Menggunakan sesuatu untuk membantu hewan untuk menjangkaunya.
Laki-laki yang membutuhkan pengobatan sinar X untuk tumor dalam tubuhnya.
Sinar X tidak dapat menyembuhkan laki-laki itu karena jaringan sekitarnya akan rusak.
Seberkas sinar X yang terlalu kuat.
Membelokkan sinar X keluar, menyebarkan sinar-sinar yang lemah dari berbagai sudut.


Tabel 3.3
Serangkaian masalah botol air pada problem set

Masalah
Solusi
1.   Tugas:
Diberi:
Mengukur air dalam 20 unit
Botol A = 29 unit; B = 3 unit
Isi botol A dan tuangkan ke dalam B tiga kali:
29 - (3 x 3) = 20
A - 3B
2.   Tugas:

Diberi:
Mengukur 100 unit

Botol A = 21 unit; B = 127; C = 3
Isi botol B, tuangkan kedalam A dan kemudian isi C dua kali dari botol A
B - A - 2C atau
127 – 21 – 6 = 100
3.   Tugas:
Diberi:
Mengukur 99 unit
A = 18, B = 163, C = 25
Sama seperti di atas
B - A - 2C
4.   Tugas:
Diberi:
Mengukur 5 unit
A = 18, B = 43, C = 6
B - A - 2C
5.   Tugas:
Diberi:
Mengukur 21 unit
A = 9, B = 42, C = 6
B - A - 2C
6.   Tugas:
Diberi:
Mengukur 31 unit
A = 20, B = 59, C = 4
B - A - 2C
7.   Tugas:
Diberi:
Mengukur 20 unit
A = 23, B = 49, C = 3
A - C*
8.   Tugas:
Diberi:
Mengukur 18 unit
A = 15, B = 39, C = 3
A + C*
9.   Tugas:
Diberi:
Mengukur 25 unit
A = 28, B = 76, C = 3
A - C only
10.  Tugas:
Diberi:
Mengukur 22 unit
A = 18, B = 48, C = 4
A + C *
11.  Tugas:
Diberi:
Mengukur 6 unit
A = 14, B = 36, C = 8
A - C*

Usah-usah untuk menjawab pertanyaan, apa yang dipelajari? Selama kegiatan problem solving menyingkap berbagai jawaban. Beberapa subjek belajar untuk menyamaratakan aturan, yang lain belajar mulai dengan botol tengah, dan yang lainnya belajar dengan botol yang paling besar. Jadi, kekakuan masah tidak menampakkan satu faktor melainkan banyak.

Ringkasan
Para psikolog Gestalt juga menerapkan pandangan struktur dan persepsi mereka terhadap isu-isu dalam pembelajaran sekolah. Wertheimer membedakan pembelajaran yang berubah-ubah dan bermakna dimana murid belajar struktur sebuah situasi atau masalah yang relevan. Pertolongan murid-murid untuk mengorganisir ulang pandangan merekan akan sebuah masalah dapat memfasilitasi pembelajaran yang penuh makna. Eksperimen-eksperimen Katona menunjukkan peranan penemuan yang terbimbingdalam memfasilitasi sebuah pemahaman prinsip-prinsip struktural dalam masalah-masalah visual dan transfer ke situasi-situasi baru.
            Isu-isu lain dalam pemecahan masalah adalah pengidentifikasian dengan jelas tujuan masalah untuk mengembangkan solusi dengan nilai fungsional dan menghindari kebuntuan yang mengacu pada functional fixedness dan problem set. Functional fixedness mengacu pada ketidakmampuan melihat unsur-unsur masalah dalam cara yang baru dan problem set mengacu pada kekakuan dalam prosedur-prosedur pemecahan masalah.

Perilaku Bertujuan Edward Tolman
Tolman (1932) menunjukkan teorinya sebagai “variasi tambahan dari  psikologi Gestalt” (hal. 230), dan juga mempelajari perilaku molar. Contohnya termasuk “seekor tikus berjalan di labirin, seekor kucing keluar dari kotak puzzle, seorang laki-laki pulang untuk makan malam, dan seorang murid yang menandai lembar tes” (Tolman, 1932, hal 8). Walaupun teori itu terpusat pada perilaku yang tujuannya terarahkan, Tolman mndefinisikan istilah itu sebagai perilaku yang dipertahankan oleh lingkungan. Contohnya adalah perilaku seekor tikus yang pindah melalui labirin dan berakhir ketika hewan itu mendapat mangsa. Walaupun hewan itu menampakkan dirinya untuk mencari tujuannya, perilaku itu diatur oleh rangsangan dari dalam labirin dan makanan.

Proses Pembelajaran
Sebagai gantinya hubungan S-R yang khusus, subjek mempelajari kejadian-kejadian penting yang mengakibatkan beberapa tujuan, mengacu pada sebuah “tanda pengharapan Gestalt.” Contohnya, anjing-anjing Paviov yang belajar bahwa suara yang sedang ditunggu mengarahkan ke makanan. Menurut Tolman, pembelajaran terjadi karena subjek-subjek membawa harapan-harapan tertentu ke dalam situasi pembelajaran engacu pada sebuah hipotesis. Harapan-harapan itu dikonfirmasi sebagai kesatuan yang bertahan. Dengan kata lain sama dengan penguatan dalam teori-teori yang lainnya.

Pembelajaran yang Laten
 Istilah pembelajaran laten mengacu pada pengetahuan yang dibutuhkan, tetapi tidak dikembangkan. Dengan kata lain, pembelajaran dan kinerja yang tidak tertukar. Lalu, Albert Bandura menggabungkanperbedaan ini ke dalam teori pembelajarannya.
            Tolman dan asosiainya membuat beberapa eksperimen yang berakal yang menantang konsep-konsep dalam teori S – R. Dalam sebuah eksperimen, tiga kelompok tikus yang berbeda berlari di labirin pada hari yang berturut-turut. Satu kelompok menerima makanan di setiap ujung larinya dan kelompok yang lain tanpa makanan. Kelompok yang ketiga, tidak menerima makanan selama 10 hari, tetapi mereka diberi makanan pada hari ke 11. Bagi sisa 6 hari dari eksperimen, tingkat kesalahan dari kelompok ini turun drastis dan berbeda sekali dari kelompok yang mendapat makanan tiap harinya (Tolman & Honzink, 1930).
            Tolman (1932) menunjukkan bahwa eksperimen ini menunjukkan bahwa subjek-subjek pada kelompok ke-3 “belajar” dari pemberian makanan pada hari ke-11. Berjalan di labirin (kinerja) dan menerima upah makanan untuk berjalan benar di labirin tidak penting bagi pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran dan kinerja itu tidak sama.
            Beberapa behavioris menyarankan bahwa penguatan-penguatan itu kado buat subjek-subjek yang tidak menerima makanan. Saran ini juga dapat menjelaskan sedikit kemajuan dari kelompok pertama yang tidak pernah mendapat makanan bagi kinerja yang sukses.



Pembelajaran Kognitif
Tolman (1932) menunjukkan subjek-subjek belajar “peta kognitif” dari lungkungan. Sebaliknya, behavioris memperlihatkan respon-respon yang dipelajari. Untuk mengatasi berbagai pandangan, satu studi membandingakan kinerja dari dua kelompok tikus tersebut, ditandai “respon pelajar” dan “tempat pelajar.” Upah makanan bagi pelajar-pelajar yang merespon terletak pada tempat berbeda pada hari yang berbeda-beda. Namun, mereka selalu harus mencapai satu arah (kanan atau kiri) untuk menemukan makanan itu. Kelompok ini adalah pelajar-pelajar yang merespon. Sebaliknya, upah makanan bagi tempat pelajar selalu di tempat yang sama. Namun, dimulai pada labirin di titik-titik berbeda. Maka dari itu, untuk menemukannya harus mengambil rute yang berbeda (gambar 3.5). Kinerja tempat pelajar itu lebih besar, mendukung hipotesis pelajar yang membutuhkan peta kognitif lingkungan (Tolman, Riche, & Kalish, 1946).
            Tolman mempertahankan penggunaan tikus-tikus untuk memperlihatkan pembelajaran kognitif. Tikus tidak pergi berkeliaran pada malam hari sebelum merencanakan sebuah eksperimen; mereka tidak saling membunuh; …. Mereka mengagumkan, sejati, dan sangat menyenangkan (Tolman, 1949, hal 166).

Penerapan pada Psikologi Sosial
Pada awal 1930an, para psikolog Gestalt mulai menerapkan konsep pada pembentukan kelompok-kelompok sosial, motivasi, dan personaliti. Contohnya, Koffka (1935, hal 651) menggambarkan kelompok psikologis sebagai kelompok individu yang menemukan kriteria Gestalt “we.” Contoh-contohnya termasuk masyarakat primitif dan empat mingguan menggunakan jembatan. Menurut Koffka, prinsip-prinsip bidang organisasi bagi persepsi yang diterapkan pada pembentukan kelompok-kelompok. Hal yang sangat penting adalah kesamaan dan kedekatan.
            Sebagai tambahan pula, Maier mencurahkan studinya pada pemecahan masalah termasuk tempat kerja. Bekerja dengan pekerja dan pengawas, Dia meneliti dinamika kelompok pemecahan masalah, peran dan dampak dari ketua pemecah masalah, dan persepsi pekerja dan pengawas terhadap masalah yang berhubungan dengan pekerjaan (lihat Maier, 1970).
            Diantara penemuan-penemuannya adalah kelompok campuran yang jumlah laki-laki dan perempuannya sama besarnya. Persepsi pengawas tentang pekerja sebagai PEs (masalah pekerja) atau IMs (ide manusia) yang mempengaruhi kedua jumlah dan keinovatifan dari solusi pekerja. Dia juga menemukan kelompok yang tanpa kepemimpinan cenderung (1) gagal untuk mengeksplor masalah karena mereka setuju dengan solusi yang sudah ada atau (2) melibatkan konflik interpersonal yang tidak dapat diubah keputusannyasebagai hasil dari ketidakmampuan mereka untuk menyetujui konflik-konflik yang dihasilkan dari prasangka emosional (Maier, 1970, hal 414).
            Teori lain yang terkait dengan teori Gestalt adalah Kurt Lewin. Dia sangat tertarik pada motivasi. Idenya membuat kinerjanya sekarang mengacu pada dinamika kelompok. Teori Lewin terpusat pada interpretasi perubahan yang hasilnya dari kekuatan psikologi.analisis mulai dengan situasi yang berpedoman pada prinsip ruang hidup seseorang dan proses tersebut muali mengidentifikasi interaksi psikologis yang mempengaruhi perilaku. Konsep dasar teorinya adalah memahami atau meramalkan perilaku psikologi (B) yang harus menentukan setiap kejadian psikologis (tindakan, emosi, ekspresi, dll). Struktur keseluruhan situasi dan pernyataan seseorang (P) tentang lingkungan psikologis (E). B = f(P,E) (Lewin,1933, hal 598). Dengan kata lain, perilaku adalah fungsi  dari seseorang dan lingkungan psikologis. Albert Bandura kemudian menggunakan formula ini dalam analisis pembelajarannya pada sosial.
            Lewin (1932) juga membedakan antara informasi pembelajaran dan motivasi pembelajaran. “Anak kejang harus belajar” cukup berbeda dari “kosakata pembelajaran orang Perancis” yang berjudul “learning to like brocccoli.” Oleh karena itu, kita seharusnya tidak mengharapkan hukum serupa untuk menjaga proses yang berbeda itu (Lewin, 1936, hal 220). Lewin juga pemperkaya istilah cognitive structure untuk membedakan pembelajaran pengetahuan dari pembelajaran motivasi. Istilah itu kemudian digunakan Tolman dan kemudian diadopsi oleh psikologi kognitif.
            Dalam ringkasannya, Tilman, Maier, dan Lewin menyampaikan konsep psikologi Gestalt diluar terpusat pada persepsi. Tolman mengidentifikasi proses tersebut sebagai pembelajaran laten dan juga menyampaikan bahwa pelajar-pelajar membutuhkan peta kognitif pembelajaran yang baru. Sebaliknya, Maier dan Lewin menerapkan konsep sistem yang saling terkait secara dinamis terhadap studi kelompok sosial. Konsep Lewin menyebabkan kinerja tersebut mengacu pada dinamika sosial. Belia juga membedakan antara informasi pembelajaran dalam daerah subjek dan pembelajaran motivasional.

Ringkasan
Pada semester awal abad ke-20, psikologi Gestalt menyajikan respon kognitif terhadap behaviorisme, pergerakan yang dominan. Tulisan dan penelitian Gestatl terutama terpusat pada sifat persepsi yang dinamis. Menekankan pada pentingnya keseluruhan sensoris dalam persepsi sebagai alternatif yang berarti terhadap unsur-unsur behaviorisme yang berbeda. Para psikolog Gestalt pertama kali mengembangkan beberapa hukum yang berpengaruh pada sifat persepsi visual yang dinamis.
            Situasi masalah kreatif dimana subjek harus mengembangkan solusi baru yang menggambarkan pentingnya pengorganisasian persepsi seseorang untuk melihat solusi itu. Berpedoman sebagai insight, perspektif Gestalt menyajikan pemahaman pokok hubungan struktural dalam sebuah situasi. Akhir-akhir ini, istilah itu juga mengacu pada penemuan-penemuan baru dalam disiplin individu.
            Kontribusi psikologi Gestalt lainnya meliputi peran penemuan yang terbimbing dalam pembelajaran bermakna, jenis kebuntuan masalah, dan karya Tolman dan Lewin.

Penerapan pada Pendidikan
Isu-isu pendidikan yang diangkat oleh perspektif Gestalt adalah maksud, pemahaman, dan insight dari karakteristik manusia yang berbeda (Wertheimer, 1991). Program-program komputer dapat meniru pemecahan masalah manusia hanya setelah informasi relevan itu tentang masalah yang telah digali dan diberikan pada program tersebut. Dengan kata lain, komputer dapat menempatkan masalah untuk dipahami (Wertheimer, 1991). Pengorganisasian, pemikiran, dan pemahaman ada dalam pikiran pembuat program (hal 203). Oleh karena itu, pendidikan seharusnya lebih menempatkan isu-isu tersebut daripada langkah-langkah yang diambil setelah pengorganisasian dan pemahaman yang telah terjadi. Dengan kata lain, situasi atau masalah termasuk beberapa unsur secara struktural berada di tengah dan yang lain ada di sekelilingnya. Kepentingan pokok dalam pembelajaran untuk memecahkan masalah adalah memahami unsur-unsur struktural pusat dan membedakannya dari fitur-fitur di sekelilingnya atau yang tidak penting.
            Kesulitan dalam menerapkan perspektif Gestalt dalam kelas adalah kurangnya satu set prinsip pembelajaran secara jelas. Para peneliti Gestalt mengembangkan saran-saran umum bagi instruksi problem-solving. Pertama, cocokkan masalah atau tugas pembelajaran terhadap kenyataan, situasi aktual (Wertheimer, 1945). Penemuan daerah bujursangkar salah satu contohnya yang dicocokan dengan situasi dimana dua petani saling menukarkan dua bidang tanah (hal 272). Dengan kata lain, guru seharusnya ,e,berikan situasi-situasi masalah yang beralaskan bahwa murid-murid mencoba untuk berbicara. Pertolongan yang kooperatif seharusnya diberikan sebagai kebutuhan.
            Kedua, pertolongan disediakan selama pemecahan masalah seharusnya bukan prosedur yang ditiru atau diulang. Guru seharusnya memberikan penemuan yang terbimbing dalam bentuk petunjuk-petunjuk untuk membantu pelajar mengorganisir ulang pandangan mereka akan masalah dan mengatasi pandangan-pandangan masalah yang tidak cukup akurat (berpedoman pada functional fixedness). Tujuan murid-murid untuk menemukan solusi yang bernilai fungsional, solusi yang menujukan kesulitan dasar dari masalah. Uji terjadinya pembelajaran yang nyata adalah untuk menentukan jika individu dapa memecahkan masalah atau tugas yang terkait (prinsip berpedoman sebagai transfer) (Cox, 1997; Wertheimer, 1945). Jika murid itu hanya mengingat beberapa langkah, dia tidak akan mampu untuk mengakui kesamaan dua situasi dan tidak akan mampu memecahkan situasi itu.
            Ketiga, instruksi seharusnya tidak menyajikan murid-murid dengan set masalah yang biasa yang dapat dipecahkan dengan pembelajaran serangkaian langkah di luar kepala mereka. Pendekatan ini mengenalkan kesulitaan yang berpedoman sebagai problem set.
            Ketertarikan konsep Gestalt, problem set dan insight berlanjut untuk dibahas oleh para psiokolog kognitif. Problem set (disebut sebagai stereotypy) terjadi pada murid-murid miskin yang mungkin mempunyai ketrampilan cukup, tetapi memasukkan satu strategi bahkan itu tidak berhasil (Kaplan & Davidson, 1988) namun, masa inkubasi kadang-kadang mengijinkan asosiasi yang tidak produktif untuk memperlemah. Ketika murid-murid mencapai jalan buntu yang membutuhkan solusi kreatif, para peneliti menyarankan untuk berhenti sejenak ditemani dengan petunjuk dan refleksi diri untuk memastikan insight (Seiferr, Meyer, Davidson, Patalano&Yaniv, 1995).

Perbandingan Teori Behaviorisme dan Gestalt
Pendukung behaviorisme dan teori Gestalt membedakan paling tidak tiga cara dari para filsufuf yang mencoba untuk mendefinisikan pembelajaran. Pertama, para psikolog berdasarkan teori mereka tentang observasi eksperimental terhadap perilaku. Kedua, mereka membangun hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang teruji. Ketiga, mereka menerapkan prinsip-prinsip mereka pada situasi dunia nyata. Thorndike menerapkan teori pembentukan kebiasaan itu pada anasis subjek-subjek sekolah. Watson mengkondisikan reaksi takut Albert dan Wertheimer memperluas teori Gestalt pada pemecahan masalah anak-anak.
Kontribusi-kontribusi pada masa ini diantaranya aplikasi-aplikasi kondisi klasikal terhadap reaksi emosional, hukuman yang efektif, peran penemuan terbimbing dalam pemecahan masalah, dan pentingnya pengorganisasian dalam persepsi. Namun, pada pertengahan 1930an, kedua teori behaviorisme dan Gestalt menjadi semakin luas.  Masing-masing perspektif mencoba untuk mengembangkan satu teori yang komprehensif yang akan menjelaskan semua pembelajaran (lihat tabel 3.4).
Pada awal 1940an, konflik antara S-R dan posisi Gestalt dikritik ketidakproduktifannya. Dua praktek berkontribusi pada masalah ini (McConnel, 1942). Pertama, istilah-istilah yang digunakan masing-masing perspektif menambah perbedaan diantara keduanya. Contohnya, istilah “insight” dan “connection” menyampaikan gambaran proses pembelajaran yang hebat. Kesulitan tugasmungkin menjadi satu faktor dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya digambarkan oleh para teoris. Jika tugas itu cukup sulit sehingga pelajar tidak dapat membangun hubungan dengan situasi itu. Subjek harus mengambil jalan percobaan dan kesalahan. Sebaliknya, tugas-tugas yang kurang sulit dimana pengalaman masa lalu mungkin berperan dan dilawan secara cepat dan akurat. Maka dari itu, kilasan tentang insight digambarkan oleh para psikolog Gestalt. Dalam beberapa kasus termasuk transfer melalui unsur-unsur sama (McConnel, 1942, hal 26).

Tabel 3.4
Perbandingan Teori Behaviorisme dan Gestalt
Karalteristik Pokok
Behaviorisme
Teori Gestalt
Asumsi dasar
Pembelajaran adalah pembentukan asosiasi diantara unusur-unsur.
Reaksi individu terhadap kesatuan, keseluruhan yang bermakna; maka dari itu pembelajaran adalah pengorganisasian dan pengorganisasian kembali bidang sensoris. Keseluruhan sifat yang muncul membedakan unsur-unsur. Tolman: pembelajaran pada dasarnya adalah akusisi peta kognitif yang mengarahkan perilaku.
Eksperimen khas
(a)     Percobaan dan kesalahan: tikus-tikus berjalan di labirin; hewan-hewan melarikan diri dari kandangnya.
(b)   Emosional atau respon reflek: rangsangan pasangan.
(a)  Pengorganisasian kembali: subjek-subjek ditempatkan dalam situasi-situasi yang membutuhkan struktuk ulang untuk solusi.
(b)  Hewan-hewan berjalan di labirin dari titik awal yang berbeda dan dibawah kondisi upah yang berbeda.
Formula Pembelajaran
(a)   Stimulus-respon-upah
(b)   Respon emosional:
Stimulus 1
                     respon
Stimulus2
Kumpulan stimuli-organisai-reaksi

            Kedua, gambaran berbeda pembelajaran yang dibangun pada bagian konteks eksperimen. Tugas-tugas dapat diklasifikasikan menurut jumlah penemuan yang dibutuhkan untuk membuat respon yang benar. Pembelajaran di luar kempala, contohnya direfleksikan dalam eksperimen yang sederhana sedangkan situasi yang tak terstruktut dan rumit membutuhkan pengorganisasian kembali pengalaman masa lalu dan penemuan pelajar akan pola perilaku yang seseuai (McConnell, 1942).
            Pentingnya teori Thorndike adalah bukan sebuah perspektif bhavioris yang kaku. Dalam pandangannya, hubungan antara ide-ide memperhitungkan porsi utam pengetahuan.
            Pada dekade 1950an, ketertarikan pada perkembangan semua kemunduran teori yang tercakup. Hilgard (1964), dalam ulasannya akhir dari masa perkembangan teorinya mencatat perdebatan besar antara teori-teori komprehensif yang sekarang berlebihan