Sabtu, 17 Desember 2011

FAKTOR - FAKTOR KEWIRAUSAHAAN




Belum ada kesepakatan yang jelas mengapa seseorang memilih untuk berwirausaha daripada bekerja pada orang lain. Dalam suatu studi yang dilakukan baru – baru ini, ada empat faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang untuk menjadi pengusaha. Empat faktor itu adalah: Individu, kultural, masyarakat, dan gabungan dari ketiga faktor tadi.

  1. Faktor Individual

Banyak ahli yang berpendapat bahwa studi mereka akan membuahkan hasil apabila sifat wirausahawan dapat diungkap lebih jauh, meskipun faktanya, sifat tersebut tidak bisa dijadikan indikator dalam mengukur perilaku wirausahawan. Peter Drucker, adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tidak percaya bahwa sifat adalah tolak ukurnya, dan sebaliknya berpendapat bahwa kewirausahaan dapat diajarkan. Seorang profesor dalam bidang kewirausahaan sependapat dengan hal ini:

Kepada semua yang tidak takut mengambil risiko, Akan kutunjukkan kepadamu bagaimana seseorang dapat membenci risiko. Untuk setiap orang yang terlahir sebagai anak pertama yang sukses dalam wirausaha, akan ada satu satu orang yang terlahir sebagai anak tunggal atau anak bungsu yang sukses. Dan setiap wirausaha yang tumbuh dengan mendengarkan pembicaraan orangtuanya yang menjadi pengusaha, akan ada pengusaha yang tumbuh karena didikan keras orangtuanya, atau karena tidak mempunyai orangtua.

Namun, banyak yang percaya bahwa para pengusaha memiliki sifat khusus, dimana sifat ini tidak dapat diajarkan. Seorang enulis dari majalah Business Week tidak setuju dengan pendapatnya Peter Drucker, ”Mungkin Drucker benar, bahwa sifat – sifat wirausaha dapat dipelajari, namun tidak demikian dengan jiwa wirausahawan. Seorang wirausahawan bisa juga adalah seorang manajer, tetapi tidak semua manajer dapat menjadi wirausahawan.” Ada pengusaha yang berpendapat,

Anda tidak bisa mengajarkan dorongan, initiative, ingenuity, atau individuality. Anda juga tidak akan bisa mengajarkan pola pikir ataupun sifat. Anda juga tidak bisa mengajarkan pelajaran memulai sebuah usaha hanya dengan harapan dan kemampuan berbicara kepada seseorang untuk meminjam uang (berhutang).

Sedangkan seorang yang lain menyatakan, ”Ide – ide yang brilian itu sudah biasa, namun orang yang bisa menjalankannya sangat jarang.”
Apakah wirausahawan muncul semenjak seseorang lahir ataukah di saat seseorang tumbuh dewasa, ada beberapa sifat yang memang muncul ketika seseorang merasakan sukses. Sifat ini, kerap ditemukan dalam beberapa manajer dan pengusaha yang sukses. Berikut sifat – sifat yang dimaksud:

Rasa antusias dalam berbisnis    Para pengusaha harus lebih bersemangat dalam menjalankan usahanya karena akan ada banyak rintangan yang harus dilalui. Mereka yang kehilangan semangat dalam bekerja tidak akan sukses. Steven Jobs, pendiri komputer Apple, mengatakan kalau Apple sukses bukan karena konsep dari Apple adalah sebuah ide yang brilian, namun karena Apple dibangun dengan ’hati’. Komitmen inilah yang mendorong seseorang untuk bekerja lebih, hingga akan mengatakan, ”Aku tidak akan menyerah sebelum sukses!”

Tidak putus asa meskipun gagal     Karena akan ada banyak rintangan yang harus dilalui, seorang pengusaha tidak boleh menyerah begitu saja. Banyak cerita sukses dari para pengusaha dimana mereka terus bangkit meskipun kegagalan yang diraih sudah tak dapat dihitung lagi. ”Wirausahawan tidak dapat gagal, mereka hanya mendapatkan pengalaman pahit.” Mereka paham, bahwa ”kesukaran akan menjadi peluang baru yang belum terlihat.” Paul Goldin, CEO dari perusahaan Score Board, mengatakan, ”Jangan takut gagal. Cobalah sampai tujuh, delapan kali.”
Walt Disney pernah bangkrut tiga kali sebelum sukses membuat film pertamanya. Henry Ford gagal dua kali, dan tidak mungkin bisa sukses apabila tidak bangkit dari kegagalannya. Joe Namath, pemain sepakbola, menyikapi kegagalan secara positif, “Aku tidak pernah kalah dalam pertandingan. Aku cuma kadang – kadang kehabisan waktu saja.”

Percaya Diri     Para pengusaha percaya dengan kemampuan dan konsep bisnis mereka. Mereka percaya bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan apa yang mereka mulai. Rasa percaya diri ini, bukan hanya omong kosong belaka. Banyak dari mereka yang memiliki pengetahuan tentang pasar dan industri. Tak jarang dari mereka yang melakukan berbagai investigasi untuk mencari informasi. Bukanlah hal yang aneh apabila seorang pengusaha belajar dari usaha orang lain. Mereka pun mengembangkan usahanya sembari bekerja dari orang lain. Dengan demikian, mereka akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman untuk belajar dari kesalahan orang lain pula. Seorang pengusaha yang sukses mengatakan, ”Lebih baik saya belajar mengendarai motor dengan menggunakan motor orang lain daripada milik saya sendiri.”

Tekad yang kuat     Hampir setiap pengusaha mempunyai motivasi dan tekad yang kuat untuk mencapai sukses. Jon. P.Goodman, direktur Universitas Kewirausahaan California Selatan, berpendapat bahwa tekad merupakan kunci penting untuk meraih kesuksesan karena pengusaha yang sukses tidak terbelenggu oleh takdir. Para pengusaha percaya bahwa kesuksesan dan kegagalan mereka disebabkan oleh diri sendiri. Kualitas diri ini juga disebut sebagai internal locus of control. Seseorang yang percaya bahwa takdir, ekonomi, dan faktor – faktor eksternal lainnya merupakan kunci kesuksesan tidak cocok menjadi pengusaha.

Pengolahan Risiko     Dalam kacamata orang awam, para pengusaha umumnya adalah orang – orang yang mudah mengambil risiko, itupun dalam jumlah yang sangat besar. Hal ini tidak selamanya benar. Pertama, seperti yang dikatakan diatas, mereka bekerja terlebih dahulu secara penuh, atau paruh waktu. Lalu kemudian memulai bisnisnya secara perlahan, hingga akhirnya sampai pada puncak kesuksesan.
Para pengusaha juga memandang risiko secara berbeda dari yang lain. Seorang penulis majalah Business Week menggunakan contoh Chuck Yeager, seorang pilot dan Scott Schmidt, penemu ski ekstrim. Kemampuan Yeager untuk mengemudikan kokpit selama bertahun – tahun membuatnya melihat risiko dalam sudut pandang yang berbeda.
Ski ekstrim Scott Schmidt terbang dengan ketinggian lebih dari 60 kaki. Publik menilai dia sangat ceroboh dari video – video loncatan hebatnya. Dalam setiap loncatan, dia mengukur secara teliti bagaimana saat loncat dan saat mendaratnya. Oleh karenanya, Schmidt tidak menganggap dirinya seorang maniak loncat yang ceroboh, namun seorang pemain ski yang handal.
Lane Nemeth, penemu Discovery Toys, mengatakan bahwa para pengusaha melihat risiko dalam sudut pandang yang berbeda. Ketika dia memulai perusahaannya dengan uang $50.000, dia melihat uang itu dan menanyakan pada dirinya sendiri, ”Bagaimana kalau aku gagal?” Namun, saat itulah terakhir kalinya dia berpikir kalau dia akan gagal.

Melihat perubahan sebagai peluang     Oleh orang awam, perubahan merupakan sesuatu yang mengerikan dan harus dihindari. Para pengusaha melihatnya sebagai sesuatu yang normal dan perlu. Mereka mencari perubahan, dan menjawab perubaan itu, kemudian mencari peluang, dan akhirnya menciptakan inovasi.

Toleransi akan Ambiguitas     Hidup seorang pengusaha sangatlah tidak terstruktur. Tidak ada yang menetapkan jadwal dan proses langkah demi langkah. Tidak ada yang menentukan berapa persentase kesuksesan. Banyak faktor – faktor yang tidak bisa diukur seperti ekonomi, cuaca, dan perubahan keiingan konsumen yang seringkali membawa dampak yang drastis dalam usaha. Hidup seorang pengusaha bisa dikatakan hidup yang penuh dengan ambiguitas, tidak jelas. Namun, pengusaha yang sukses merasa nyaman dengan semua itu.

Perlunya Inisiatif dan Pencapaian     Hampir setiap orang percaya bahwa pengusaha yang sukses mengambil inisiatif penuh dalam situasi dimana yang lain tidak akan maju. Keinginan para pengusaha untuk bertindak sesuai dengan ide mereka terkadang sering mengaburkan pandangan mereka yang bukan pengusaha. Banyak orang yang mempunyai ide brilian, namun ide – ide ini tidak pernah direalisasikan.
Para pengusaha bertindak berdasarkan idealis mereka untuk mencapai sebuah hasil, sebuah pencapaian. Pencapaian itu kemudian diubah menjadi dorongan dan inisiatif.

Detil, dan perfeksionisme     Sebagian besar para pengusaha perfeksionis. Segala sesuatunya dilakukan dengan sempurna, baik produk maupun servis. Namun, hal ini kerap kali menjadi sumber frustasi pekerja yang bukan perfeksionis. Oleh karenanya, para pekerja kerap melihat para pengusaha sebagai orang yang sulit.

Persepsi akan Menghabiskan Waktu      Para pengusaha sadar bahwa waktu bergulir secara cepat dan, mereka pun menjadi orang yang tidak sabaran. Karena hal inilah, segala sesuatunya tidak pernah selesai dengan cepat dan mulailah masuk ke dalam krisis. Orang – orang yang tidak terbiasa akan merasa risih dengan hal ini.

Kreativitas      Salah satu alasan para pengusaha sukses adalah karena mereka mempunyai imajinasi dan rencana – rencana lain. Mereka memiliki kemampuan untuk melihat peluang lebih dari apa yang orang awam lihat. Nolan Bushnell membuat video game konsol rumahan dan Chuck E, percaya bahwa kreasi hanyalah sesuatu yang standar dalam sebuah bisnis. Sebagai contoh, Bushnell pernah bekerja di taman bermain saat masih kuliah. Di sinilah dia mendapatkan ide untuk membuat video game rumahan. Dia percaya, para pengusaha harus tahu apa yang konsumen inginkan, bahkan sebelum mereka sadar bahwa mereka menginginkannya, dan secepat mungkin.

Kemampuan untuk melihat secara garis besar     Para pengusaha seringkali melihat sesuatu secara holistik, mereka dapat melihat garis besar ketika yang lain hanya melihat bagian dari garis tersebut. Berdasarkan sebuah studi, seorang pengusaha menjalankan usahanya dengan mencari informasi yang lebih banyak tentang lingkungan kerjanya dibanding mereka yang tidak sukses. Dengan proses ini, pengusaha melihat lingkungan kerja secara keseluruhan, dan membuat rancangan kerja untuk memperbesar aktivitas usahanya.

Faktor – Faktor yang Memotivasi      Meskipun banyak orang yang percaya bahwa para pengusaha termotivasi oleh uang, banyak faktor yang sebenarnya lebih penting, seperti perlunya mencapai sebuah hasil yang maksimal (pencapaian) seperti yang telah ditunjukkan diatas. Sebuah keinginan untuk mandiri lebih penting dibandingkan motivasi akan uang itu sendiri. Para pengusaha pada awalnya memulai usahanya karena tidak ingin memiliki bos / atasan. Setidaknya, 3.000 pengusaha mengidentifikasi beberapa faktor dibawah ini sebagai alasan mengapa mereka berwirausaha:

Menggunakan ketrampilan dan kemampuan diri sendiri
Mendapatkan kontrol dalam hidup mereka
Ingin menghadiahkan sesuatu bagi keluarganya
Karena dia suka akan tantangan
Untuk hidup bebas dimana diri sendirilah yang menentukan

Sedangkan faktor yang lainnya adalah: ingin diakui, ingin mendapatkan hadiah dan penghargaan, dan ingin memuaskan hasrat dan ekspektasi diri.

Kepercayaan Diri     Konsep kepercayaan diri mempengaruhi keinginan seseorang. Kepercayaan diri didefinisikan sebagai kepercayaan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kepercayaan diri yang kuat dan akurat sangat diperlukan untuk mengembangkan seluruh aspek kemanusiaan, termasuk inisiatif dan ketekunan. Oleh karenanya, seseorang yang percaya bahwa dia akan sukses sebagai pengusaha akan meraih impiannya.

  1. Faktor Kultural

Sebuah penemuan yang sangat umum apabila kebudayaan dan etnik dapat merepresentasikan sebuah jaringan usaha, yang tentunya, orang – orang yang tergabung didalamnya merupakan pengusaha. Namun, kecenderungan kultur ini masih belum jelas, karena setiap individu dalam suatu kelompok budaya tidak semuanya menjadi pengusaha dengan alasan yang sama.
Efek dari kultur dan sifat etnis ini mungkin terangkai, karena menurut berbagai studi, kebudayaan yang berbeda memiliki nilai dan kepercayaan yang berbeda pula. Sebagai contoh, di Jepang dikenal ada sebuah pencapaian kultur dimana seseorang harus terus berusaha sampai mereka sukses. Faktur lain yang penting adalah bagaimana kultur tersebut memiliki internal locus of control atau tidak. Sebagai contoh, kultur di Amerika mendukung adanya internal locus, sedangkan di Rusia tidak.
Kultur juga mempengaruhi status kewirausahaan. Sebuah studi di Kanada, menyatakan bahwa orang India melihat kewirausahaan sebagai sesuatu yang positif, sedangkan orang – orang Haiti melihatnya sebagai kerjaan rendahan. Ekspektasi kultural merupakan penghalang untuk seorang Wanita bernama Puerto Rican di Washington, D.C. Ketika dia ingin memulai usahanya, kakaknya menyuruhnya untuk segera menikah saja.

  1. Faktor Masyarakat

Dalam semua lingkungan sosial, ada orang yang tidak ingin menjadi pengusaha, tetapi karena situasi dan kondisi, mereka terpaksa menjadi pengusaha. Para pekerja di Amerika dapat dikategorikan dalam grup ini. Hal ini disebabkan karena perubahan pangsa pasar. Para imigran di berbagai negara mencoba jalan ini apabila kemampuan berbahasa dan ketrampilan mereka tidak sesuai. Ini disebut sebagai adaptasi. Sebuah studi faktor – faktor etnokultural menyatakan bahwa tidak semua pengusaha muncul lewat kelompok masyarakat yang menghargai kewirausahaan. Mereka memilih untuk berwirausaha karena ada tekanan, dan juga merupakan asimilasi sosial.

  1. Kombinasi dari Ketiga Faktor

Karena ketekunan sangatlah sulit untuk diraih pada usia yang dewasa, sebaiknya jiwa kewirausahaan ditanamkan pada anak – anak. Sebuah studi di sebuah TK mengindikasikan bahwa setiap satu dari empat anak yang ada menunjukkan sifat kewirausahaan. Setelah beranjak ke usia remaja, hanya 3 persen dari mereka yang masih mempertahankan sifat tersebut. Pelajaran di sekolah tidak mengajarkan sifat kewirausahaan, dan pada nyatanya lebih ke pengajaran teori dan individu. Kreativitas dan kemampuan anak – anak pun menjadi berkurang, padahal kreativitas itulah yang menjadi senjata utama dari pengusaha.
Wilson Harrell, seorang konsultan bisnis, merekomendasikan para orang tua untuk tidak memberikan uang saku kepada anaknya secara cuma – cuma. Contohnya, di umur 6 tahun, Harrell memiliki stan lemon. Stan lemon itu disuplai oleh ayahnya, mulai dari lemon, gla, dsb. sedangkan Harrell yang bekerja. Di akhir bulan, semua profit dibagi rata. Dia percaya, bahwa pelajaran ini akan mengajarkan anak untuk bertanggungjawab dan menunjukkan kepada mereka tentang pentingnya berusaha. Sebagai hasilnya, anak belajar bagaimana integritas bukanlah sebuah putih di atas kertas, melainkan sebuah jalan hidup.

2 komentar:

  1. kalau boleh saya tanyakan, tulisan ini sumber penulisannya dari buku karangan siapa ya? karna faktor-faktornya kebetulan sesuai dengan judul penulisan yang ingin saya lakukan. saya sedang mencari sumber bukunya. terima kasih sebelumnya.

    BalasHapus
  2. pernah baca yang mirip mirip ini, kalau tidak salah sumber dari jurnal Leo-Paul Dana "The Origins of Self-Employment in Ethnocultural Communities: Distinguishing Between Orthodox Entrepreneurship and Reactionary Enterprise"

    BalasHapus