Senin, 26 Desember 2011
Sabtu, 17 Desember 2011
PSIKOLOGI KEWIRAUSAHAAN
Menjadi wirausaha atau tidak menjadi wirausaha, sesungguhnya merupakan pilihan hidup. Tetapi pilihan yang didasari atas pemahaman, pertimbangan dan pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai apa yang akan dilakukan, dapat menjadi awal yang tidak baik jika ternyata pilihan tersebut di kemudian hari ternyata keliru. Pilihan menjadi wirausaha merupakan alternatif yang paling menjanjikan untuk kehidupan yang akan datang. Sayangnya pilihan menjadi wirausaha ini belum begitu banyak tumbuh di kalangan generasi muda kita. Untuk itu membangun jiwa kewirausahaan harus terus menerus dilakukan oleh siapapun yang peduli terhadap masa depan dirinya, keluarga dan masyarakat.
Wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampukan wirausaha dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan plelayanan yang lebih baik atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Menumbuhkan jiwa wirausaha terkait erat dengan usaha memperbaiki kualitas diri sendiri dan kehidupan rohani, agar kita mampu menjadi personifikasi yang dapat dipercaya dan dihormati karena memiliki standar moral tinggi. Kecakapan berwirausaha dan itu merupakan salah satu kecakapan hidup adalah kecakapan memobilisasi sumber daya yang ada di sekitarnya untuk mencapai tujuan organisasinya atau untuk keuntungan ekonomi. Kewirausahaan memiliki ciri-ciri: (1) bersikap dan berpikiran mandiri, (2) memiliki sikap berani menanggung resiko, (3) tidak suka mencari kambing hitam, (4) selalu berusaha menciptakan dan meningkatkan nilai sumber daya, (5) terbuka terhadap umpan balik, (6) selalu ingin perubahan yang lebih baik, (7) tidak pernah merasa puas, terus menerus melakukan inovasi dan improvisasi demi perbaikan selanjutnya, dan (8) memiliki tanggung jawab moral yang baik. Dalam mengembangkan jiwa kewirausahaan, kita juga harus membiasakan diri menciptakan impian, memiliki keyakinan luar biasa, serta ketekunan berusaha. Memupuk kebiasaan berpikir positif dan itu merupakan salah satu kecakapan hidup merupakan hal penting dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan.
Kegiatan kewirausahaan meliputi adanya peluang, merumuskan ide, membuat produk/jasa, mengatur organisasi/usaha baru, merumuskan visi jangka panjang untuk tujuan masa depan dan menevaluasi kerja.
Kewirausahaan Dari Perspektif Psikologi
Faktor-faktor psikologi dan keputusan mengeksploitasi, seseorang yang memiliki kemampuan mengeksploitasi peluang wirausaha akan membuat keputusan berbeda dari orang lain pada keadaan dimana informasi dan keahlian sama dan karakter psikologis lebih mempengaruhi kemampuan mengeksploitasi.
Karakteristik psikologi yaitu :
1. Kepribadian, karakter mendasar pada seseorang yang membawa mereka untuk berperilaku dengan cara tertentu.
Ada 3 (tiga) aspek kepribadian, yaitu :
· Ekstraversi, tipe kepribadian yang minatnya lebih mengarah ke alam luar dan fenomena sosial daripada terhadap dirinya dan penglamannya sendiri, asertif (sikap dimana seseorang mampu bertindak sesuai keinginannya, membela haknya dan tidak memanfaatkan orang lain), aktif, ambisi, inisiatif dan ekshibisme.
· Agreeableness / kesepahaman, terkait dengan keramahan, konformitas sosial, keinginan mempercayai, kerjasama, keinginan memaafkan, toleransi dan fleksibilitas.
· Risk taking / pengambilan resiko, terkait dengan kemauan dalam kegiatan yang mengandung resiko.
2. Motivasi, sebagian besar entrepreneur dimotivasi oleh keinginan untuk menentukan nasibnya sendiri. Ada 2 macam kebutuhan yang melandasi motivasi seorang entrepreneur yaitu :
· Need of achievement, adanya penentuan tujuan, perencanaan, dan pengumpulan informasi serta kemauan untuk belajar serta kemampuan membawa dan mengimplementasikan ide kepada masyarakat
· Need for independence, selain tidak ingin ditentukan oleh orang lain, kebutuhan ini akan memicu seorang entrepreneur untuk menghasilkan produk yang berbeda dengan orang lain dan lebih berani membuat keputusan sendiri dalam mengeksploitasi peluang berwirausaha
Sifat – sifat pribadi yang terkait dengan motivasi kewirausahaan adalah 1. kebebasan (berpikir secara independen dantidak konvensional) 2. Percaya diri ( kepercayaan untuk dapat melakukan dengan berhasil mencapi tujuan dan mengatasi hambatan) 3. Motivasi berprestasi (keinginan untuk memperbaiki, memenuhi standar tinggi dan mencapai tujuan) 4. Proaktif (kecenderungan untuk bertindak dan membuat sesuatu terjadi) 5. Ambisi (keinginan yang kuat untuk mencapai hasil yang tinggi) 6. Energi (tahan banting, daya tahan) 7. Semangat ego (bertindak dalam minat sendiri) 8. Keuletan (tidak kenal kata menyerah).
3. Evaluasi diri,
· Locus of control, kepercayaan seseorang bahwa ia mampu mengendalikan lingkungan sekitarnya
· Self efficacy, kepercayaan seseorang pada kekuatan diri dalam menjalankan tugas tertentu
4. Sifat kognitif, mempengaruhi orang berpikir dan membuat keputusan berwirausaha
· Over comfidence, kepercayaan diri yang berlebihan
· Representatif, keinginan mengeneralisasi dari sebuah contoh kecil yang tidak mewakili sebuah populasi
· Intuisi, perasaan seseorang bahwa sesuatu itu benar, meski tanpa bukti
5. Peluang, sebagai sebuah kemungkinan untuk memuasakan kebutuhan pasar melalui sebuah kombinasi sumber-sumber baru yang akan memberikan nilai tambah.
Faktor yang mempengaruhi peluang :
· Faktor internal, peluang usaha diciptakan dengan kreasi dan inovasi dari pengusaha. Dengan adanya inovasi maka pluang baru bagi pengusaha.
· Jaringan sosial, para pengusaha yang mengalami kontak sosial yang berbeda mampu mengidentiikasi lebih banyak peluang-peluang. Jaringan sosial biasanya terdiri dari 4 hal, yaitu : lingkaran dalam (hubungan yang stabil dengan orang-orang terdekat), kumpulan aktivitas (para pekerja/karyawan), partnership ( awal pembentukan anggota-anggota team), ikatan lemah (dengan kenalan dan teman-teman jauh).
6. Minat, minat merupakan elemen penting dalam melakukan perilaku kewirausahaan. Minat adalah tolak ukur yang mempengaruhi seseorang dalam bertindak. Minat dapat diukur dengan menggunakan : Teori Reasoned Action (TRA), Teori Planned Behavior (TPB), Shapero Entreprenerial Event (SEE) dan Tes Empiris.
7. Berani mengambil resiko, merupakan salah satu ciri dari seorang wirausaha. Apabila seseorang takut mengambil resiko dalam berusaha maka tidak mungkin orang tersebut berhasil dalam menjalankan usahanya. Seorang wirausaha biasanya dihadapkan pada 3 (tiga ketakutan yaitu pertama takut rugi, memang usaha apapun selalu beresiko untuk rugi tetapi berpeluang untuk untung. Kedua takut terhadap ketidakpastian, terutama dalam penghasilan. Ketiga takut mencoba, sebenarnya takut mencoba tersebut dapat disamakan takut tenggelam. Wirausaha adalah orang yang mengorganisir, mengelola dan berani menanggung resiko untuk menciptakan usaha baru dan peluang berusaha. Secara esensi pengertian entrepreneurship adalah suatu sikap mental, pandangan, wawasan serta pola pikir dan pola tindak seseorang terhadap tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan selalu berorientasi kepada pelanggan
8. Kreatif dan inovatif, seorang wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki jiwa wirausaha dan mengaplikasikan hakekat kewirausahaan dalam hidupnya. Orang-orang yang memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam hidupnya. Wirausahawan adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup. Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Menumbuhkan jiwa kewirausahaan juga harus meningkatkan daya kreatifitas, yaitu mengubah sesuatu yang biasa menjadi komoditas yang bernilai tinggi dan mengguncang pasar. Mengembangkan keterampilan dan ilmu pengetahuan dari buku atau sumber informasi lainnya dan aktif memodifikasi bagian-bagian yang diperlukan sangat penting untuk menciptakan terobosan baru untuk produk, iklan, maupun mencari pelanggan.
9. Menumbuhkan pola pikir kewirausahaan, menumbuhkan jiwa kewirausahaan akan membantu kita menguasai seluruh kemampuan berwirausaha, mulai dari pola pikir, kemampuan, karakter, serta pengetahuan wirausaha itu sendiri. Pendidikan dan pengajaran dianggap kunci untuk meningkatkan pola pikir dan cara pandang kewirausahaan sebagai kunci untuk menumbuhkan kompetensi, pekerjaan dan kepuasan pribadi. Kewirausahaan merujuk pada sebuah kemampuan perorangan yang dapat mengubah ide menjadi kegiatan nyata. Pola pikir kewirausahaan dididik melalui penciptaan iklim sosial kewirausahaan yang lebih menyenangkan, adanya kebijakan yang terpadu dengan tinjauan untuk tidak hanya menguabah pola pikir tetapi juga meningkatkan keterampilan-keterampilan, menyingkirkan hambatan-hambatan untuk mengembangkan usaha atau bisnis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi wirausaha :
a. Lingkungan keluarga dan masa kecil (pengaruh pekerjaan orangtua)
b. Pendidikan (berpengaruh dalam kelanjutan usaha dan problem solving)
c. Nilai-nilai Personal (yang membedakan dengan pengusaha lain dalam berhubungan dan mengatur organisasi)
d. Pengalaman Kerja (ketidakpuasan dalam bekerja)
FAKTOR - FAKTOR KEWIRAUSAHAAN
Belum ada kesepakatan yang jelas mengapa seseorang memilih untuk berwirausaha daripada bekerja pada orang lain. Dalam suatu studi yang dilakukan baru – baru ini, ada empat faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang untuk menjadi pengusaha. Empat faktor itu adalah: Individu, kultural, masyarakat, dan gabungan dari ketiga faktor tadi.
- Faktor Individual
Banyak ahli yang berpendapat bahwa studi mereka akan membuahkan hasil apabila sifat wirausahawan dapat diungkap lebih jauh, meskipun faktanya, sifat tersebut tidak bisa dijadikan indikator dalam mengukur perilaku wirausahawan. Peter Drucker, adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tidak percaya bahwa sifat adalah tolak ukurnya, dan sebaliknya berpendapat bahwa kewirausahaan dapat diajarkan. Seorang profesor dalam bidang kewirausahaan sependapat dengan hal ini:
Kepada semua yang tidak takut mengambil risiko, Akan kutunjukkan kepadamu bagaimana seseorang dapat membenci risiko. Untuk setiap orang yang terlahir sebagai anak pertama yang sukses dalam wirausaha, akan ada satu satu orang yang terlahir sebagai anak tunggal atau anak bungsu yang sukses. Dan setiap wirausaha yang tumbuh dengan mendengarkan pembicaraan orangtuanya yang menjadi pengusaha, akan ada pengusaha yang tumbuh karena didikan keras orangtuanya, atau karena tidak mempunyai orangtua.
Namun, banyak yang percaya bahwa para pengusaha memiliki sifat khusus, dimana sifat ini tidak dapat diajarkan. Seorang enulis dari majalah Business Week tidak setuju dengan pendapatnya Peter Drucker, ”Mungkin Drucker benar, bahwa sifat – sifat wirausaha dapat dipelajari, namun tidak demikian dengan jiwa wirausahawan. Seorang wirausahawan bisa juga adalah seorang manajer, tetapi tidak semua manajer dapat menjadi wirausahawan.” Ada pengusaha yang berpendapat,
Anda tidak bisa mengajarkan dorongan, initiative, ingenuity, atau individuality. Anda juga tidak akan bisa mengajarkan pola pikir ataupun sifat. Anda juga tidak bisa mengajarkan pelajaran memulai sebuah usaha hanya dengan harapan dan kemampuan berbicara kepada seseorang untuk meminjam uang (berhutang).
Sedangkan seorang yang lain menyatakan, ”Ide – ide yang brilian itu sudah biasa, namun orang yang bisa menjalankannya sangat jarang.”
Apakah wirausahawan muncul semenjak seseorang lahir ataukah di saat seseorang tumbuh dewasa, ada beberapa sifat yang memang muncul ketika seseorang merasakan sukses. Sifat ini, kerap ditemukan dalam beberapa manajer dan pengusaha yang sukses. Berikut sifat – sifat yang dimaksud:
Rasa antusias dalam berbisnis Para pengusaha harus lebih bersemangat dalam menjalankan usahanya karena akan ada banyak rintangan yang harus dilalui. Mereka yang kehilangan semangat dalam bekerja tidak akan sukses. Steven Jobs, pendiri komputer Apple, mengatakan kalau Apple sukses bukan karena konsep dari Apple adalah sebuah ide yang brilian, namun karena Apple dibangun dengan ’hati’. Komitmen inilah yang mendorong seseorang untuk bekerja lebih, hingga akan mengatakan, ”Aku tidak akan menyerah sebelum sukses!”
Tidak putus asa meskipun gagal Karena akan ada banyak rintangan yang harus dilalui, seorang pengusaha tidak boleh menyerah begitu saja. Banyak cerita sukses dari para pengusaha dimana mereka terus bangkit meskipun kegagalan yang diraih sudah tak dapat dihitung lagi. ”Wirausahawan tidak dapat gagal, mereka hanya mendapatkan pengalaman pahit.” Mereka paham, bahwa ”kesukaran akan menjadi peluang baru yang belum terlihat.” Paul Goldin, CEO dari perusahaan Score Board, mengatakan, ”Jangan takut gagal. Cobalah sampai tujuh, delapan kali.”
Walt Disney pernah bangkrut tiga kali sebelum sukses membuat film pertamanya. Henry Ford gagal dua kali, dan tidak mungkin bisa sukses apabila tidak bangkit dari kegagalannya. Joe Namath, pemain sepakbola, menyikapi kegagalan secara positif, “Aku tidak pernah kalah dalam pertandingan. Aku cuma kadang – kadang kehabisan waktu saja.”
Percaya Diri Para pengusaha percaya dengan kemampuan dan konsep bisnis mereka. Mereka percaya bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan apa yang mereka mulai. Rasa percaya diri ini, bukan hanya omong kosong belaka. Banyak dari mereka yang memiliki pengetahuan tentang pasar dan industri. Tak jarang dari mereka yang melakukan berbagai investigasi untuk mencari informasi. Bukanlah hal yang aneh apabila seorang pengusaha belajar dari usaha orang lain. Mereka pun mengembangkan usahanya sembari bekerja dari orang lain. Dengan demikian, mereka akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman untuk belajar dari kesalahan orang lain pula. Seorang pengusaha yang sukses mengatakan, ”Lebih baik saya belajar mengendarai motor dengan menggunakan motor orang lain daripada milik saya sendiri.”
Tekad yang kuat Hampir setiap pengusaha mempunyai motivasi dan tekad yang kuat untuk mencapai sukses. Jon. P.Goodman, direktur Universitas Kewirausahaan California Selatan, berpendapat bahwa tekad merupakan kunci penting untuk meraih kesuksesan karena pengusaha yang sukses tidak terbelenggu oleh takdir. Para pengusaha percaya bahwa kesuksesan dan kegagalan mereka disebabkan oleh diri sendiri. Kualitas diri ini juga disebut sebagai internal locus of control. Seseorang yang percaya bahwa takdir, ekonomi, dan faktor – faktor eksternal lainnya merupakan kunci kesuksesan tidak cocok menjadi pengusaha.
Pengolahan Risiko Dalam kacamata orang awam, para pengusaha umumnya adalah orang – orang yang mudah mengambil risiko, itupun dalam jumlah yang sangat besar. Hal ini tidak selamanya benar. Pertama, seperti yang dikatakan diatas, mereka bekerja terlebih dahulu secara penuh, atau paruh waktu. Lalu kemudian memulai bisnisnya secara perlahan, hingga akhirnya sampai pada puncak kesuksesan.
Para pengusaha juga memandang risiko secara berbeda dari yang lain. Seorang penulis majalah Business Week menggunakan contoh Chuck Yeager, seorang pilot dan Scott Schmidt, penemu ski ekstrim. Kemampuan Yeager untuk mengemudikan kokpit selama bertahun – tahun membuatnya melihat risiko dalam sudut pandang yang berbeda.
Ski ekstrim Scott Schmidt terbang dengan ketinggian lebih dari 60 kaki. Publik menilai dia sangat ceroboh dari video – video loncatan hebatnya. Dalam setiap loncatan, dia mengukur secara teliti bagaimana saat loncat dan saat mendaratnya. Oleh karenanya, Schmidt tidak menganggap dirinya seorang maniak loncat yang ceroboh, namun seorang pemain ski yang handal.
Lane Nemeth, penemu Discovery Toys, mengatakan bahwa para pengusaha melihat risiko dalam sudut pandang yang berbeda. Ketika dia memulai perusahaannya dengan uang $50.000, dia melihat uang itu dan menanyakan pada dirinya sendiri, ”Bagaimana kalau aku gagal?” Namun, saat itulah terakhir kalinya dia berpikir kalau dia akan gagal.
Melihat perubahan sebagai peluang Oleh orang awam, perubahan merupakan sesuatu yang mengerikan dan harus dihindari. Para pengusaha melihatnya sebagai sesuatu yang normal dan perlu. Mereka mencari perubahan, dan menjawab perubaan itu, kemudian mencari peluang, dan akhirnya menciptakan inovasi.
Toleransi akan Ambiguitas Hidup seorang pengusaha sangatlah tidak terstruktur. Tidak ada yang menetapkan jadwal dan proses langkah demi langkah. Tidak ada yang menentukan berapa persentase kesuksesan. Banyak faktor – faktor yang tidak bisa diukur seperti ekonomi, cuaca, dan perubahan keiingan konsumen yang seringkali membawa dampak yang drastis dalam usaha. Hidup seorang pengusaha bisa dikatakan hidup yang penuh dengan ambiguitas, tidak jelas. Namun, pengusaha yang sukses merasa nyaman dengan semua itu.
Perlunya Inisiatif dan Pencapaian Hampir setiap orang percaya bahwa pengusaha yang sukses mengambil inisiatif penuh dalam situasi dimana yang lain tidak akan maju. Keinginan para pengusaha untuk bertindak sesuai dengan ide mereka terkadang sering mengaburkan pandangan mereka yang bukan pengusaha. Banyak orang yang mempunyai ide brilian, namun ide – ide ini tidak pernah direalisasikan.
Para pengusaha bertindak berdasarkan idealis mereka untuk mencapai sebuah hasil, sebuah pencapaian. Pencapaian itu kemudian diubah menjadi dorongan dan inisiatif.
Detil, dan perfeksionisme Sebagian besar para pengusaha perfeksionis. Segala sesuatunya dilakukan dengan sempurna, baik produk maupun servis. Namun, hal ini kerap kali menjadi sumber frustasi pekerja yang bukan perfeksionis. Oleh karenanya, para pekerja kerap melihat para pengusaha sebagai orang yang sulit.
Persepsi akan Menghabiskan Waktu Para pengusaha sadar bahwa waktu bergulir secara cepat dan, mereka pun menjadi orang yang tidak sabaran. Karena hal inilah, segala sesuatunya tidak pernah selesai dengan cepat dan mulailah masuk ke dalam krisis. Orang – orang yang tidak terbiasa akan merasa risih dengan hal ini.
Kreativitas Salah satu alasan para pengusaha sukses adalah karena mereka mempunyai imajinasi dan rencana – rencana lain. Mereka memiliki kemampuan untuk melihat peluang lebih dari apa yang orang awam lihat. Nolan Bushnell membuat video game konsol rumahan dan Chuck E, percaya bahwa kreasi hanyalah sesuatu yang standar dalam sebuah bisnis. Sebagai contoh, Bushnell pernah bekerja di taman bermain saat masih kuliah. Di sinilah dia mendapatkan ide untuk membuat video game rumahan. Dia percaya, para pengusaha harus tahu apa yang konsumen inginkan, bahkan sebelum mereka sadar bahwa mereka menginginkannya, dan secepat mungkin.
Kemampuan untuk melihat secara garis besar Para pengusaha seringkali melihat sesuatu secara holistik, mereka dapat melihat garis besar ketika yang lain hanya melihat bagian dari garis tersebut. Berdasarkan sebuah studi, seorang pengusaha menjalankan usahanya dengan mencari informasi yang lebih banyak tentang lingkungan kerjanya dibanding mereka yang tidak sukses. Dengan proses ini, pengusaha melihat lingkungan kerja secara keseluruhan, dan membuat rancangan kerja untuk memperbesar aktivitas usahanya.
Faktor – Faktor yang Memotivasi Meskipun banyak orang yang percaya bahwa para pengusaha termotivasi oleh uang, banyak faktor yang sebenarnya lebih penting, seperti perlunya mencapai sebuah hasil yang maksimal (pencapaian) seperti yang telah ditunjukkan diatas. Sebuah keinginan untuk mandiri lebih penting dibandingkan motivasi akan uang itu sendiri. Para pengusaha pada awalnya memulai usahanya karena tidak ingin memiliki bos / atasan. Setidaknya, 3.000 pengusaha mengidentifikasi beberapa faktor dibawah ini sebagai alasan mengapa mereka berwirausaha:
Menggunakan ketrampilan dan kemampuan diri sendiri
Mendapatkan kontrol dalam hidup mereka
Ingin menghadiahkan sesuatu bagi keluarganya
Karena dia suka akan tantangan
Untuk hidup bebas dimana diri sendirilah yang menentukan
Sedangkan faktor yang lainnya adalah: ingin diakui, ingin mendapatkan hadiah dan penghargaan, dan ingin memuaskan hasrat dan ekspektasi diri.
Kepercayaan Diri Konsep kepercayaan diri mempengaruhi keinginan seseorang. Kepercayaan diri didefinisikan sebagai kepercayaan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kepercayaan diri yang kuat dan akurat sangat diperlukan untuk mengembangkan seluruh aspek kemanusiaan, termasuk inisiatif dan ketekunan. Oleh karenanya, seseorang yang percaya bahwa dia akan sukses sebagai pengusaha akan meraih impiannya.
- Faktor Kultural
Sebuah penemuan yang sangat umum apabila kebudayaan dan etnik dapat merepresentasikan sebuah jaringan usaha, yang tentunya, orang – orang yang tergabung didalamnya merupakan pengusaha. Namun, kecenderungan kultur ini masih belum jelas, karena setiap individu dalam suatu kelompok budaya tidak semuanya menjadi pengusaha dengan alasan yang sama.
Efek dari kultur dan sifat etnis ini mungkin terangkai, karena menurut berbagai studi, kebudayaan yang berbeda memiliki nilai dan kepercayaan yang berbeda pula. Sebagai contoh, di Jepang dikenal ada sebuah pencapaian kultur dimana seseorang harus terus berusaha sampai mereka sukses. Faktur lain yang penting adalah bagaimana kultur tersebut memiliki internal locus of control atau tidak. Sebagai contoh, kultur di Amerika mendukung adanya internal locus, sedangkan di Rusia tidak.
Kultur juga mempengaruhi status kewirausahaan. Sebuah studi di Kanada, menyatakan bahwa orang India melihat kewirausahaan sebagai sesuatu yang positif, sedangkan orang – orang Haiti melihatnya sebagai kerjaan rendahan. Ekspektasi kultural merupakan penghalang untuk seorang Wanita bernama Puerto Rican di Washington, D.C. Ketika dia ingin memulai usahanya, kakaknya menyuruhnya untuk segera menikah saja.
- Faktor Masyarakat
Dalam semua lingkungan sosial, ada orang yang tidak ingin menjadi pengusaha, tetapi karena situasi dan kondisi, mereka terpaksa menjadi pengusaha. Para pekerja di Amerika dapat dikategorikan dalam grup ini. Hal ini disebabkan karena perubahan pangsa pasar. Para imigran di berbagai negara mencoba jalan ini apabila kemampuan berbahasa dan ketrampilan mereka tidak sesuai. Ini disebut sebagai adaptasi. Sebuah studi faktor – faktor etnokultural menyatakan bahwa tidak semua pengusaha muncul lewat kelompok masyarakat yang menghargai kewirausahaan. Mereka memilih untuk berwirausaha karena ada tekanan, dan juga merupakan asimilasi sosial.
- Kombinasi dari Ketiga Faktor
Karena ketekunan sangatlah sulit untuk diraih pada usia yang dewasa, sebaiknya jiwa kewirausahaan ditanamkan pada anak – anak. Sebuah studi di sebuah TK mengindikasikan bahwa setiap satu dari empat anak yang ada menunjukkan sifat kewirausahaan. Setelah beranjak ke usia remaja, hanya 3 persen dari mereka yang masih mempertahankan sifat tersebut. Pelajaran di sekolah tidak mengajarkan sifat kewirausahaan, dan pada nyatanya lebih ke pengajaran teori dan individu. Kreativitas dan kemampuan anak – anak pun menjadi berkurang, padahal kreativitas itulah yang menjadi senjata utama dari pengusaha.
Wilson Harrell, seorang konsultan bisnis, merekomendasikan para orang tua untuk tidak memberikan uang saku kepada anaknya secara cuma – cuma. Contohnya, di umur 6 tahun, Harrell memiliki stan lemon. Stan lemon itu disuplai oleh ayahnya, mulai dari lemon, gla, dsb. sedangkan Harrell yang bekerja. Di akhir bulan, semua profit dibagi rata. Dia percaya, bahwa pelajaran ini akan mengajarkan anak untuk bertanggungjawab dan menunjukkan kepada mereka tentang pentingnya berusaha. Sebagai hasilnya, anak belajar bagaimana integritas bukanlah sebuah putih di atas kertas, melainkan sebuah jalan hidup.
Sabtu, 29 Oktober 2011
PENGEMBANGAN PROFESIONAL GURU
Tugas guru adalah mendidik. Mendidik itu merupakan suatu hal yang amat kompleks, mengingat banyak hal yang harus diantisipasi untuk membawa peserta didik (siswa) menjadi orang yang lebih dewasa, cerdas bukan hanya cerdas pikiran (kognitif) tetapi juga cerdas hati (emosional-spiritual). Tugas semacam ini memerlukan keahlian khusus, sehingga tidak semua orang bisa dan mampu menjadi guru meskipun pada kenyataannya masih banyak dilakukan oleh orang diluar kependidikan. Kondisi ini menyebabkan profesi guru adalah profesi yang mudah dicemarkan dan disalahgunakan orang. Meski demikian pekerjaan guru digolongkan sebagai pekerjaan profesional.
Guru sebagai profesi perlu diiringi dengan pemberlakuan aturan profesi keguruan, sehingga akan ada keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi seseorang yang berprofesi guru, antara lain: Indonesia memerlukan guru yang bukan hanya disebut guru, melainkan guru yang profesional terhadap profesinya sebagai guru. Aturan profesi keguruan berasal dari dua kata dasar profesi dan bidang spesifik guru/keguruan.
Secara logik, setiap usaha pengembangan profesi (professionalization) harus bertolak dari konstruk profesi, untuk kemudian bergerak ke arah substansi spesifik bidangnya. Diletakkan dalam konteks pengembangan profesionalisme keguruan, maka setiap pembahasan konstruk profesi harus diikuti dengan penemukenalan muatan spesifik bidang keguruan.
Tugas guru dikatakan sebagai tugas profesional ini meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilam pada siswa. Guru juga dapat dikatakan memiliki tugas kemanusiaan karena di sekolah guru menjadi orang tua peserta didik (siswa). Dengan demikian guru adalah orangtua kedua bagi anak di sekolah.
Sebagai orang tua di sekolah, guru harus memberikan pendidikan yang berarti pada anak didiknya. Oleh karena itu guru harus mendidik, mengajar dan melatih anak-anak di sekolah. Sehingga tidak benar kalau guru di sekolah hanya bertugas mengajar saja tanpa melakukan pendidikan dan pelatihan. Tidak benar pula kalau guru di sekolah hanya mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi, tanpa memperhatikan perkembangan nilai-nilai hidup dan kehidupan anak
Syarat-Syarat Profesi
1. Spesialisasi ilmu sehingga mengandung arti keahlian
2. Kode etik yang direalisasikan dalam menjalankan profesi, karena pada hakikatnya guru telah mengabdi kepada masyarakat demi kesejahteraan masyarakat itu sendiri
3. Kelompok yang bergabung dengan profesi atau jabatan itu dari penyalahgunaan oleh orang-orang yang tidak kompeten dengan pendidikan serta sertifikasi mereka memenuhi syarat-syarat yang diminta
4. Masyarakat luas yang memanfaatkan profesi tersebut
5. Pemerintah yang melindungi profesi dengan undang-undangnya
Dalam bidang pendidikan, mengutip pedapat Westby dan Gibson yang mengatakan bahwa pekerjaan pendidikan dikatakan proesional apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan hanya dikerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagai profesi
2. Memiliki sekumpulan bdang ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Sebagai contoh profesi dibidang keguruan harus pula mempelajari dan menguasai psikologi, metodik dan sebagainya
3. Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis, sebelum orang yang bersngkutan dapat melaksanakan pekerjaan profesional
4. Memiliki mekanisme untuk menyaring sehingga orang yang berkompeten saja yang diperbolehkan bekerja
5. Memiliki organisasi profesional yang meningkatkan layanan kepada masyarakat
Kode etik profesi guru yang dirumuskan oleh PGRI diantaranya sebagai berikut:
1. Guru berbakti memimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasila
2. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menetapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing
3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindari diri dari segala bentuk penyalahgunaan
4. Guru menciptakan suasana di sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik
5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat sekitar sekolah maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan
6. Guru secara sendiri-sendiri atau bersam-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja, maupun dalam hubungan keseluruhan
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan
Pengembangan profesi adalah kegiatan guru dalam rangka pengamalan ilmu dan pengetahuan, teknologi dan keterampilan untuk peningkatan mutu baik bagi proses belajar mengajar dan profesionalisme tenaga kependidikan lainnya maupun dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan dan kebudayaan.
Secara rinci kegiatan yang termasuk pengembangan profesi adalah sebagai berikut :
1. Melaksanakan kegiatan karya ilmiah/karya tulis di bidang pendidikan
2. Menemukan teknologi tepat guan di bidang pendidikan
3. Membuat alat pelajaran/peraga atau alat bimbingan
4. Menciptakan karya seni
5. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum
Guru merupakan pekerjaan dan sudah menjadi sumber penghasilan bagi begitu banyak orang, serta memerlukan keahlian berstandar mutu atau norma tertentu. Secara teoretik, ini sejalan dengan syarat pertama profesi menurut Ritzer (1972), yakni pengetahuan teoretik (theoretical knowledge). Guru memang bukan sekedar pekerjaan atau mata pencaharian yang membutuhkan ketrampilan teknis, tetapi juga pengetahuan teoretik. Contoh, siapa pun bisa trampil melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK), tetapi hanya seorang dokter yang bisa mengakui dan diakui memiliki pemahaman teoretik tentang kesehatan dan penyakit manusia.
Dengan demikian dalam pekerjaan keguruan, siapa saja bisa trampil mengajar orang lain, tetapi hanya mereka yang berbekal pendidikan profesional keguruan yang bisa menegaskan dirinya memiliki pemahaman teoretik bidang keahlian kependidikan. Kualifikasi pendidikan ini hanya bisa diperoleh melalui pendidikan formal bidang dan jenjang tertentu.
Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi pedagogik menunjuk pada kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian menunjuk pada kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional menunjuk pada kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial menunjuk kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Kendati syarat kualifikasi pendidikan terpenuhi, tak berarti dengan sendirinya seseorang bisa bekerja profesional, sebab juga harus ada cukup bukti bahwa dia memiliki keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu. Karena itu, belakangan ditetapkan bahwa sertifikasi pendidik merupakan pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
Pengembangan Profesional Guru
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik. Untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan.
Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik.Mereka harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya, (3) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. Di samping itu, mereka juga harus (4) mematuhi kode etik profesi, (5) memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya, (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan, (8) memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya, dan (9) memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum (sumber UU tentang Guru dan Dosen). Di lapangan banyak di antara guru mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya. (2) Tidak memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas. Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, seorang guru selain terampil mengajar, juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik. Hal itu terindikasi dengan minimnya kesempatan beasiswa yang diberikan kepada guru dan tidak adanya program pencerdasan guru, misalnya dengan adanya tunjangan buku referensi, pelatihan berkala, dsb. Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai he does his job well. Artinya, guru haruslah orang yang memiliki insting pendidik, paling tidak mengerti dan memahami peserta didik. Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru harus memiliki sikap integritas profesional. Dengan integritas barulah, sang guru menjadi teladan atau role model. Menyadari banyaknya guru yang belum memenuhi kriteria profesional, guru dan penanggung jawab pendidikan harus mengambil langkah. Salah satu tujuan pendidikan klasik (Yunani-Romawi) adalah menjadikan manusia makin menjadi "penganggur terhormat", dalam arti semakin memiliki banyak waktu luang untuk mempertajam intelektualitas (mind) dan kepribadian (personal). (4) Peningkatan kesejahteraan. Agar seorang guru bermartabat dan mampu "membangun" manusia muda dengan penuh percaya diri, guru harus memiliki kesejahteraan yang cukup.
Daftar Pustaka
hhtp://erma.student.umm.ac.id/2010/08/18/pendidikan-pengembangan-profesi-guru/
hhtp://id.shvoong.com/social-science/1785829-upaya-meningkatkan-profesional-guru/
hhtp://mudjiarahardjo.com/artikel/136-pengembangan-profesionalisme-guru-2.html
Kay A. Norlander et al (2009). Guru Profesional. Indeks. Jakarta.
Wakhid Akhdinirwanto & Ida Ayu sayogyani (2009). Cara mudah mengembangkan Profesi Guru. Agupena Sabda Media. Yogyakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)